Senin, 30 Juli 2018

PERANG MU'TAH

Perang Mu’tah adalah Perang yang terjadi di sebuah desa yang bernama Mu’tah yang terletak di perbatasan Syam dan sekarang dikenal dengan nama Karak, yang terjadi pada bulan Jumadil Awal 8 H. bertepatan dengan bulan Agustus atau September 629 M. Perang ini merupakan perang pembuka untuk menaklukkan negeri-negeri nashrani, Perang ini merupakan salah satu peperangan terbesar yang dilakukan oleh orang-orang muslim semasa Rasulullah saw dan juga termasuk paling menegangkan. Dalam peristiwa ini Rasulullah saw tidak ikut berperang, sehingga sebagian ulama tidak menyebutnya dengan ghazwah melainkan perang sariyyah.
Perang ini dipicu atas terbunuhnya Harits bin Umair Al Azdi ra. Salah seorang utusan yang dikirim oleh Rasulullah saw kepada raja Bashra. Al Harits menjalankan misi yang sangat penting sekali bagi keselamatan umat manusia baik di dunia maupun di akhirat, dengan membawa surat yang sarat dengan pesan dakwah itu Harits bin Umair seorang diri melakukan perjalanan dari Madinah menuju Syam. Di tengah perjalanan beliau dihadang oleh Syurahbil bin Amr Al Ghassani, pemimpin Al Balaqo yang termasuk dalam wilayah syam dibawah pemerintahan Qaishar. Syurahbil mengikat Al Harits dan membawanya ke hadapan Qaishar, lalu dia memenggal lehernya.
Membunuh seorang utusan merupakan kejahatan yang amat keji, sama dengan mengumumkan perang atau bahkan lebih dari itu. Karena itu Rasulullah saw sangat murka ketika mendengar kabar bahwa Al Haritsah telah dipenggal lehernya oleh raja Qaishar.
Kemudian Rasulullah saw mengumpulkan ribuan pasukan yang berjumlah sekitar tiga ribu pasukan, yang merupakan pasukan terbesar setelah peristiwa perang Khandaq. Setelah itu Rasulullah saw mengangkat 3 komandan pasukan Islam secara berurut, mereka adalah Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abu Thalib, dan Abdullah bin Rawahah.
Dalam perang ini juga ditunjukkan cerdiknya seorang sahabat Muhajirin yaitu Khalid bin Walid yang membuat strategi peperangan sehingga pasukan muslimin yang berjumlah lebih sedikit menghadapi pasukan Romawi yang jauh lebih besar dapat diselamatkan. Khalid bin Walid adalah sahabat yang memegang bendera ketika ketiga komandan pasukan muslimin secara berturut-turut menjemput syahid di medan pertempuran.
Walaupun perang ini tidak dikatakan menang atau kalah, tetapi setidaknya dapat membuktikan kepada dunia, khususnya kepada para kabilah-kabilah arab bahwa pasukan kaum muslimin mampu menghadapi pasukan Romawi yang memiliki pasukan terkuat dan terbesar dimuka bumi pada zamannya itu. Kenyataan ini semakin menguatkan bahwa orang-orang Muslim adalah sebuah gambaran tersendiri, tidak seperti yang dikenal bangsa Arab selama itu. Dengan kenyataan ini, orang-orang Muslim pasti mendapat pertolongan dari sisi Allah swt dan pemimpin mereka benar-benar Rasul Allah. Oleh karena itu banyak kabilah dan suku-suku di Arab yang akhirnya ikut bergabung bersama kaum muslimin dan masuk Islam karena simpati kepada sesama bangsa Arab.
 STRATEGI PERANG MU’TAH
Langkah pertama Rasulullah saw sebelum perang Mu’tah terjadi adalah mengangkat komandan perang. Yang pertama ditunjuk oleh Rasulullah saw adalah zaid bin Haritsah. Apabila zaid gugur, maka komandan perang diambil alih oleh Ja’far bin Abu Thalib dan apabila Ja’far gugur, maka komandan perang diambil alih oleh Abdullah bin Rawahah. Begitulah Rasulullah saw berwasiat kepada ketiga komandan perang Pasukan Islam.  
Selanjutnya Rasulullah juga berpesan untuk mendatangi tempat terbunuhnya Al Haritsah bin Umair, lalu mengajak penduduk di sana agar masuk Islam. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda,
“Dengan asma Allah, perangilah fi sabilillah orang-orang yang kufur kepada Allah, janganlah kalian berkhianat, jangan merubah, jangan membunuh anak-anak, wanita, orangtua renta, dan orang yang mengisolir ditempat pertapaan rahib, jangan menebang pohon kurma dan pohon apapun, serta jangan merobohkan bangunan.”      
Setelah pasukan Islam sudah siap berangkat, maka orang-orang mengerumuni mereka untuk mengucapkan selamat tinggal kepada mereka. Pada saat itu, salah seorang komandan pasukan Abdullah bin Rawahah menangis.
“Mengapa engkau menangis?” Tanya mereka.
Abdullah bin Rawahah menjawab,”Demi Allah, aku menangis bukan karena cinta dunia dan rindu kepada kalian, tetapi aku pernah mendengar Rasulullah saw membacakan ayat dari sebuah kitab Allah swt, yang didalamnya disebutkan neraka,” Dan tidak seorang pun di antara kalian, melainkan mendatangi neraka itu. Hal ini bagi Rabbmu adalah suatu kepastian yang sudah ditetapkan.” Dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi dengan diriku setelah aku meninggal nanti.
Mereka berkata, semoga Allah menyertai kalian dengan keselamatan, melindungi kalian, kembali kepada kami dalam keadaan baik, dan memperoleh harta rampasan perang. Kemudian berangkatlah pasukan Islam diiringi oleh Rasulullah saw sampai ke daerah yang bernama Tsaniyatul Wada. Beliau berhenti di sana dan mengucapkan selamat jalan.
Pasukan islam bergerak terus menuju arah utara berhenti di Mu’an sebuah wilayah Syam yang berbatasan dengan hijaz Utara. Pada saat itu mereka mendapat informasi bahwa pasukan Heraklius bermarkas di Ma’ab wilayah Baqa dengan kekuatan seratus ribu pasukan dan ditambah lagi pasukan dari lakhm, Judzam, balqin, Bahra, dan Balli sebanyak seratus ribu pasukan, sehingga pasukan musuh berjumlah dua ratus ribu prajurit. Pasukan Islam sangat terkejut ketika mendengar betapa besarnya pasukan musuh.
Pasukan Islam segera bermusyawarah, bagaimana cara mereka menghadapi pasukan yang terlatih dengan jumlah yang sangat besar itu. Apakah pasukan sekecil ini yang berkekuatan tiga ribu prajurit harus berperang dengan musuh yang amat besar dengan kekuatan dua ratus ribu prajurit, mereka berkeinginan untuk mengirim surat kepada Rasulullah saw memberitahukan kondisi yang terjadi, apakah mereka akan mendapat bantuan tambahan pasukan atau perintah yang harus mereka laksanakan. Tetapi Abdullah bin Rawahah menolak keinginan tersebut, dia memberikan motivasi kepada pasukan Islam, bahwa kalian berperang bukan karena jumlah, kekuatan dan banyaknya personil melainkan karena keimanan, karena agama ini, yang dengannya Allah swt akan memuliakan kalian. Akhirnya diambil keputusan secara bulat untuk tetap maju ke medan jihad. Sampailah pasukan Islam di Mu’tah berhadapan langsung dengan pasukan Romawi yang dipimpin oleh Heraklius.
PERMULAAN PERTEMPURAN DAN PERGANTIAN KOMANDAN
Di Mu’tah itulah terjadi pertempuran antara kedua pasukan dengan sengit, tiga ribu pasukan muslimin berhadapan dengan dua ratus ribu prajurit musuh. Pertempuran yang disaksikan oleh dunia dengan rasa heran dan gelengan kepala. Tetapi apabila dilakukan dengan keimanan maka banyak hal yang tak terduga terjadi.
Pertama kali yang memegang bendera adalah Zaid bin Haritsah, kekasih Rasulullah saw, dia bertempur dengan gagah berani dan heroik, terus-menerus bertempur dan bertempur hingga terkena tombak musuh dan akhirnya terjatuh di tanah, mati syahid. Kemudian bendera diambil alih oleh Ja’far bin Abu Thalib yang bertempur dengan gagah berani, jarang ada bandingannya, ketika pertempuran semakin seru dia terlempar dari kudanya dan kudanya terkena senjata. Kemudian dia terus bertempur hingga tangan kanannya putus terkena senjata lawan. Bendera dia alihkan ke tangan kirinya dan terus bertempur hingga tangan kirinya putus terkena senjata lawan. Lalu bendera itu dia lilitkan di lengan bagian atas yang masih menyisa dan terus berusaha mengibarkan bendera hingga dia gugur ditangan musuh. Ada yang berkata tentang dirinya, “ sesungguhnya seorang prajurit Romawi membabatkan pedang ketubuhnya hingga terbelah dua.” Allah menganugerahinya dua saya di syurga. Dengan dua sayap itu dia dapat terbang menurut kehendaknya, karena itu Ja’far bin Abu Thalib dijuluki dengan At Thayar (penerbang) atau dzul Janahain (orang yang memiliki dua sayap). Imam Bukhori meriwayatkan dari Nafi’, Ibnu Umar memberitahunya bahwa terdapat lima puluh luka entah terkena sabetan entah karena hujaman ditubuhnya. Sementara tak ada satu lukapun di punggungnya. Dalam riwyat lain Ibnu Umar berkata ada tujuh puluh lebih luka disekujur tubuhnya, entah karena sabetan entah karena hujaman. Setelah Ja’far bin Abu Thalib gugur, bendera di ambil alih oleh Abdullah bin Rawahah, yang turun dari kudanya pada saat itu sepupunya menghampirinya sambil menyerahkan sepotong tulang yang masih menyisakan daging, sambil berkata,” makanlah ini agar punggungmu bisa tegak, karena beberapa hari ini engkau menghadapi keadaan seperti yang engkau hadapi. Lalu dia mengambil pedangnya dan bertempur terus menerus hingga dia gugur.
Pada saat itu ada seorang dari Bani Aljan yang bernama Tsabit bin Arqam yang maju ke depan dan mengambil bendera. Dia berkata “wahai semua orang muslim, angkatlah seseorang diantara kalian!”.
Mereka menunjuk Khalid bin Walid. Maka setelah mengambil bendera, dia bertempur dengan hebat dan gagah berani. Imam Bukhori meriwayatkan dari Khalid bin walid, dia berkata,” ada Sembilan pedang yang patah di tanganku pada waktu perang Mu’tah. Yang tinggal di tanganku hanya sebatang pedang lebar model Yaman.
Sebelum orang-orang di Madinah mendengar kabar tentang peperangan, Rasulullah saw telah bersabda mengabarkan apa yang terjadi, karena wahyu,” Zaid memegang bendera, lalu dia gugur. Kemudian Ja’far mengambil bendera, lalu dia gugur. Kemudian Abdullah bin Rawahah, mengambil bendera. Dia pun gugur,” kedua mata beliau meneteskan air mata, lalu beliau bersabda lagi, “ hingga salah satu dari pedang-pedang Allah mengambil pedang itu dan akhirnya Allah memberikan kemenangan kepada mereka.
Setelah komandan perang beralih ke Khalid bin Walid, yang terus menghadapi gempuran pasukan Romawi sepanjang hari. Karena itu dia merasa sangat membutuhkan suatu siasat perang, maka sejak pagi hari pada keesokannya dia harus mampu menyusupkan perasaan takut ke dalam hati pasukan Romawi. Tujuannya agar pasukan Islam dapat mundur tanpa harus menghadapi kejaran pasukan Romawi.
Pada keesokan harinya Khalin bin Walid merubah komposisi pasukan dan mempersiapkannya dengan pola baru. Yang tadinya berada di front belakang dialihkan ke front depan. Yang tadinya berada di sayap kiri di alihkan ke sayap kanan, begitu pula sebaliknya. Saat musuh melihat pengalihan ini, mereka mengira pasukan Islam mendapatkan bantuan pasukan, bersamaan dengan ini ketakutan mulai membayangi hati mereka. Sehingga pasukan Romawi menahan laju dan secara bertahap mundur dari medan pertempuran. Setelah kedua pasukan saling mengintip dan bertempur beberapa lama, prajurit Muslimin mundur pelan-pelan, sambil tetap menjaga komposisi pasukan.
Khalid bin Walid ra menganggap hengkangnya pasukan Romawi dari Mu’tah sudah lebih dari cukup, apalagi melihat jumlah persenjataan pasukan Islam jauh di bawah mereka. Jadi tidak diragukan lagi, keputusan Khalid bin Walid ra. Untuk kembali ke Madinah sangat tepat.
Ketika pasukan mendekati Madinah, Rasulullah saw segera menyambut kedatangan mereka. Sambil melangkah, Rasulullah saw melihat beberapa orang anak kecil berlarian. Lalu Rasulullah saw bersabda kepada sahabat untuk membawa anak Ja’far lalu Rasulullah saw  menggendong Abdullah anak dari Ja’far bin abu Thalib. Sementara itu orang-orang banyak berteriak ke arah pasukan, “ hai orang-orang yang melarikan diri dari medan perang, kalian telah kabur dari jalan Allah.” Tetapi Rasulullah langsung bersabda, “ mereka sama sekali bukanlah orang-orang yang melarikan diri dari medan perang, mereka Insya Allah adalah orang-orang yang pulang dan akan kembali bertempur.

PENGAJARAN
Peperangan ini mengandung begitu banyak pelajaran dan bahan renungan bagi kita semua, antara lain:
Pertama, wasiat Rasulullah saw kepada para panglima menjadi dalil bahwa seorang pemimpin umat Islam boleh menyerahkan kepemimpinan dalam misi atau tugas tertentu kepada seseorang berdasarkan penunjukan, asalkan itu dilakukan dengan menunjuk pula para pengganti dari pemimpin tadi jika yang bersangkutan gugur dalam tugas. Itulah yang dilakukan Rasulullah saw yang menunjuk Zaid, lalu Ja’far, lalu Abulah bin Rawahah.
Kedua, dari wasiat Rasulullah saw. Itu juga kita mendapatkan dalil bahwa umat Islam diperbolehkan melakukan ijtihad untuk memilih pemimpin yang baru jika pemimpin yang lama gugur, atau mereka diperintahkan Khalifah untuk memilih pemimpin berdasarkan pendapat sendiri.
Al Thahawi menyatakan, inilah dalil yang menjadi dasar pendapat yang mengatakan bahwa umat Islam diperbolehkan menunjuk seseorang untuk menggantikan pemimpin mereka yang “hilang” sampai yang bersangkutan kembali.
Di samping itu, wasiat Rasulullah saw ini juga menjadi dalil diperbolehkannya pengambilan ijtihad ketika Rasulullah saw masih hidup.
Ketiga, seperti yang anda ketahui, Rasulullah saw telah menyampaikan berita duka tentang gugurnya Zaid, Ja’far, dan Ibnu Rawahah dengan berlinang air mata. Padahal saat itu Rasulullah saw dan pasukan Islam di pisahkan oleh jarak yang jauh. Peristiwa ini membuktikan bahwa Allah swt telah menjadikan bumi mengecil di hadapan Rasulullah saw, sehingga beliau dapat melihat pasukan Islam yang sedang bertempur di perbatasan Syam. Inilah kemuliaan yang diberikan Allah swt kepada hamba yang paling dicintai-Nya ini. Peristiwa ini juga membuktikan cinta Rasulullah saw yang amat besar terhadap para sahabat, dan tangis Rasulullah saw tersebut semata-mata menunjukan kewajaran dan kelembutan yang telah digariskan Allah swt untuk menjadi fitrah manusia. Sebagaimana sabda Rasulullah saw “karena mata dapat mencucurkan air mata dan hati dapat bersedih” .
Keempat, Keistimewaan yang di miliki Khalib bin Walid, di penghujung hadits, Rasulullah saw bersabda, “ Lalu panji-panji pasukan dibawa oleh salah satu pedang di antara pedang-pedang-Nya Allah samapi Allah memberikan kemenangan kepada mereka.” Perang Mu’tah adalah perang yang pertama kali diikuti oleh Khalid bin Walid, saat itu dia baru saja memeluk agama Islam. Ibnu Hajar menyatakan, bahwa dalam perang ini banyak sekali prajurit musuh yang gugur, berdasarkan hadits, Imam Bukhori meriwayatkan dari Khalid bin walid, ”Sewaktu perang Mu’tah terjadi, ditanganku telah patah sembilan pedang, sampai-sampai yang tersisa hanya sebuah pedang yang lebar dari Yaman,”. Dari penjelasan ini, membuktikan bahwa Khalid bin Walid mengambil startegi yang sangat brilian, dengan begitu kewibawaan pasukan Islam di mata musuh akan terus terjaga.
Kelima, larangan untuk membunuh wanita dan anak-anak, karena mereka adalah kaum yang lemah tidak dapat melindungi dirinya sendiri. Ibn Hajar rahimahullah menukil kesepakatan ulama atas larangan menyengaja untuk membunuh kaum wanita dan anak-anak. Kemudian dia berkata, "Adapun alasan kaum wanita adalah karena kelemahan mereka sedangkan alasan anak-anak juga dilarang dibunuh adalah karena ketidakberdayaan mereka untuk melakukan kekufuran." (Lihat, Fath al-Bâry, Op.Cit., Jld.VI, h. 179).
Keenam, larangan untuk menebang pohon dan merubuhkan bangunan. Karena Rasulullah saw sangat melarang hal tersebut, Rasulullah saw bersabda “Dengan asma Allah, perangilah fi sabilillah orang-orang yang kufur kepada Allah, janganlah kalian berkhianat, jangan merubah, jangan membunuh anak-anak, wanita, orangtua renta, dan orang yang mengisolir ditempat pertapaan rahib, jangan menebang pohon kurma dan pohon apapun, serta jangan merobohkan bangunan.”     

KESIMPULAN

  1. Allah swt pasti akan menurunkan pertolongan kepada hamba-hambanya yang mau berkorban jiwa dan harta demi membela agama. Allah swt berfirman dalam surat Al Anfal ayat 45, “Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), Maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” Pasukan Islam sama sekali tidak gentar dan surut kebelakang. Alih-alih justru mereka merangsek maju, tidak memedulikan jumlah pasukan musuh yang lima puluh kali lipat dari pasukan Islam.
  2. Di dalam peperangan bukan hanya jumlah yang dapat menentukan kemenangan sebuah pertempuran, tetapi juga sangat dibutuhkan suatu strategi yang cerdas dan pemimpin yang mumpuni, dengan strategi yang jitu dan brilian itulah pasukan Islam dapat memenangkan suatu pertempuran.
  3. Allah swt menghujamkan ketakutan dan guncangan kedalam hati setiap prajurit musuh tanpa penyebab yang kasat mata. Musuh-musuh Allah itu pun meninggalkan medan pertempuran tanpa memedulikan ribuan teman mereka yang meregang nyawa di tangan prajurit Islam.
  4. Jumlah Pasukan Islam yang gugur dalam peperangan ini berjumlah 12 orang sahabat.
  5. Pasukan islam yang kembali dari pertempuran Mu’tah adalah pahlawan umat Islam. Yang akan kembali bertempur lagi di peperangan berikutnya.
  6. Kepatuhan dan ketaatan kepada perintah pemimpin, dalam hal ini komandan pasukan Islam sehingga pasukan terlihat solid dan kuat, tidak ada satupun prajurit yang membangkang.
  7. Dalam perang Mu’tah ini membuktikan bahwa pasukan Islam sangat kuat dan membawa dampak yang luas dalam rangka penyebaran dakwah Islam, sehingga banyak kabilah-kabilah Arab yang ikut bergabung masuk Islam. Ada juga kabilah Arab yang bersimpati masuk Islam karena merasa senasib dan sepenanggungan sesame bangsa Arab. 

Senin, 19 Januari 2015

Bagaimana hukum mendirikan kotak amal di tengah jalan , yang bisa mengakibatkan macet dan membahayakan pengguna jalan raya tersebut….?

Beramal soleh adalah sesuatu yang dianjurkan oleh Allah swt, dan merupakan salah satu perbuatan yang akan mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah swt jika dilakukan dengan ikhlas, halal, dan dilakukan dengan cara yang benar.

Allah swt berfirman :
¨bÎ) tûüÏ%Ïd¢ÁßJø9$# ÏM»s%Ïd¢ÁßJø9$#ur (#qàÊtø%r&ur ©!$# $·Êös% $YZ|¡ym ß#y軟ÒムóOßgs9 óOßgs9ur ֍ô_r& ÒOƒÌx. ÇÊÑÈ
“Sesungguhnya orang-orang yang membenarkan (Allah dan Rasul- Nya) baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipatgandakan (pembayarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak”. (QS Al Hadid : 18)

Apalagi mengajak orang lain untuk beramal soleh, seperti menyumbang sebagian hartanya untuk pembangunan masjid, maka orang yang mengajaknya akan memperoleh pahala sebanyak orang yang mengikuti kebaikannya.
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلُ أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ اْلإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
16 – (2674)
“Barang siapa mengajak kepada kebaikan, maka ia akan mendapat pahala sebanyak pahala yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Sebaliknya, barang siapa mengajak kepada kesesatan, maka ia akan mendapat dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun”. (Shahih Muslim 2674-16)

Sehingga kita termotivasi untuk berbuat baik, sebagaimana Allah swt perintahkan kepada kaum muslimin untuk senantiasa berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan.
Allah swt berfirman :
 (#qà)Î7tFó$$sù ÏNºuŽöyø9$# 4 tûøïr& $tB (#qçRqä3s?
“Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada” ( Al Baqarah : 148)

Namun apabila kebaikan dilakukan dengan cara yang kurang tepat maka akan menimbulkan permasalahan seperti menyangkut hal kepentingan umum.
Sebagaimana yang terjadi pada pembangunan masjid, maka biasanya panitia akan membuat sarana untuk orang bersedekah salah satunya adalah kotak amal, yang akan di tawarkan kepada masyarakat yang melintas di sekitar jalan masjid tersebut. Dan ada juga kotak amal yang diletakkan di tengah jalan dengan maksud agar memudahkan pengendara yang akan bersedekah ke masjid. Namun demikian ternyata keberadaan kotak amal ditengah jalan tersebut menimbulkan permasalahan baru, yaitu macet. Ditambah dengan kondisi jalan yang sempit, rusak dan berlubang sehingga menambah kemacetan yang sangat panjang terutama di waktu pagi hari yang mana banyak orang ingin mencari nafkah. Kemacetan tak terhindari sehingga sebagian orang merasakan kejengkelannya dengan keberadaan kotak amal yang berada ditengah jalan tersebut dan mengganggu (kafful adza) pengguna jalan yang melintasi jalan tersebut.
Abu Sa’id Al Khudri Radhiyallahu 'anhu berkata, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

((إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ))، فَقَالُوا: مَا لَنَا بُدٌّ إِنَّمَا هِيَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا، قَالَ: ((فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهَا))، قَالُوا: وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ، قَالَ: ((غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ الْأَذَى وَرَدُّ السَّلَامِ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ)).


“Janganlah kalian duduk-duduk di (tepi) jalanan,” mereka (para sahabat) berkata,”Sesungguhnya kami perlu duduk-duduk untuk berbincang-bincang.” Beliau berkata,”Jika kalian tidak bisa melainkan harus duduk-duduk, maka berilah hak jalan tersebut,” mereka bertanya,”Apa hak jalan tersebut, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,”Menundukkan (membatasi) pandangan, tidak mengganggu (menyakiti orang), menjawab salam, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar”. HR Bukhori

Bersedekah merupakan perbuatan sunnah yang sangat dianjurkan, namun memberikan jalan hak orang lain juga suatu perbuatan sunnah yang sangat dianjurkan. Bagaimana jika kedua hal tersebut sama-sama perbuatan baik maka kita harus melihat akibat dari perbuatan tersebut ditimbang dari fiqh prioritas. Mana yang harus di dahulukan memberikan peluang orang untuk beramal sedekah namun satu sisi mengganggu kepentingan umum atau berbuat kebaikan dengan memberikan hak bagi pengguna jalan.
Para ulama fiqh membuat suatu kaidah, yang berbunyi :
تُقَدَّمُ مَصْلَحَةُ الْجَمَا عَةِ عَلَي مُصْلَحَةِ الفَرْدِ
“ Mendahulukan kepentingan social atas kepentingan individu “

Jadi suatu perbuatan yang bertujuan untuk kemaslahatan kepentingan umum (memberikan hak pengguna jalan bagi orang banyak) harus didahulukan atas kepentingan individu ( pembangunan masjid).
Di dalam suatu hadits disebutkan:
عَنْ أَبِـيْ سَعِيْدٍ سَعْدِ بْنِ مَالِكِ بْنِ سِنَانٍ الْـخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّـى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ 

Dari Abû Sa’îd Sa’d bin Mâlik bin Sinân al-Khudri Radhyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain.”

Keberadaan kotak amal di tengah jalan tersebut dapat membahayakan orang lain, membuat orang lain celaka. Karena kita tidak boleh membuka peluang terjadinya bahaya dan lebih baik mencegah dari pada mengobati sesuatu yang sudah terjadi. 

Sesungguhnya banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengajak orang bersedekah yang tidak mengganggu kepentingan umum, yang dapat dilakukan dengan cara lain seperti membuat spanduk, pamflet, proposal kepada perusahaan sekitar. yang berisikan ajakan untuk bersedekah. Dan juga mengedukasi masyarakat untuk membiasakan diri jika ingin beramal bisa dilakukan dengan cara-cara yang lebih baik dan menjaga kehormatan agamanya.


Wallahu A’lam bishawab

Jumat, 24 Oktober 2014

Abu Muslim Al Khurasani dan perannya dalam kejatuhan Bani Umayyah

ABU MUSLIM AL-KHURASANI
(Isfahan, Iran, 726 – Irak, 775). Pemimpin gerakan agama dan politik di Khurasan, Persia (Iran), yang paling berjasa kepada Bani Abbas dalam usaha menumbangkan kekuasaan Dinasti *Umayyah. Ada dua versi mengenai namanya. Pertama, nama aslinya adalah Ibrahim bin Usman dengan nama panggilan (kunyah) Abu Ishaq. Kedua namanya kemudian diubah menjadi Abdurrahman bin Muslim dengan panggilan Abu Muslim ketika bergabung dengan Ibrahim bin Muhammad bin Ali al-Abbasi, yang dikenal dengan nama Ibrahim al-Imam, pimpinan tertinggi gerakan *Abbasiyah. Nama al-Khurasani di nisbahkan kepada daerah Khurasan.
Ketika berumur tujuh tahun, ia dibawa ke *Kufah dan tinggal sebagai pelayan – dalam versi lain sebagai budak – Isa bin Ma’qal al-Ajli dan Idris bin Ma’qal al-Ajli. Mereka dalah pendukung gerkan bawah tanah yang ingin merebut kekuasaan dari Bani Umayyah. Kedua majikanya ini ditangkap oleh gubernur Yusuf bin Umar dari bani Umayyah. Abu muslim kemudian diajak oleh Sulaiman bin Kasir, seorang perantara gerakan Abbasiyyah, untuk bergabung. Ia menerima ajakan itu dan menemui Ibrahim al-Imam.
Pada tahun 128 H (745 – 746 M) ia ditugaskan oleh Ibrahim al-Imam sebagai dai gerakan Abbasiyah di Khurasan. Menurut Ibnu Asir (sejarawan muslim terkenal, 1160 – 1233), Abu Muslim berusia 19 tahun ketika menerima tugas itu.dalam usia semuda itu ia menampakkan kepemimpinan dan keberanian yang luar biasa. Ia mencapai sukses besar di Khurasan. Ia berhasil menarik simpati sebgian besar penduduk – pernah dalam sehari ia mengumpulkan penduduk dari 60 desa di dekat Marv. Banyak tuan tanah Persia (Dihkan) yang tertarik menjadi pengikutnya. Di daerah ini ia berkampanye untuk mengobarkan sentimen massa golongan Alawiyyin (keturunan Ali bin Abi Talib), golongan *Syiah dan orang-orang persia terhadap Bani Umayyah dan menindas mereka. Abu Muslim mengajak mereka bekerjasama dengan gerakan Abbasiyah untuk mengembalikan kekhalifahan kepada keturunan Bani *Hasyim, baik dari Abbas bin Abdul Muttalib, paman Nabi SAW, maupun dari keturunan Ali bin Abi Talib. Gerakan Abbasiyyah mendapat dukungan dari golongan Alawiyyin dan Syiah karena dalam kampanyenya memakai semboyan li ar-rida min ali Muhammad (demi keridaan kelurga Nabi Muhammad).
Gerakan Abbasiyah pada mulanya berkampanye secara diam-diam melalui dai-dai yang dikirim ke berbagai penjuru daerah kekuasaan Bani Umayyah dengan menyamar sebagai pedagang atau jema’ah haji. Hal ini dilakukan karena mereka belum berani melawan Bani Umayyah secara terang-terangan. Perlawanan senjata baru dimulai setelah Abu Muslim al-Khurasani bergabung ke dalam gerakan itu. Pada tahun 129 H (747 M) Ibrahaim al-Imam mendorong Abu Muslim untuk merebut Khurasan dan membinasakan orang-orang Arab yang mendukung Bani Umayyah. Rencana ini oleh penguasa Bani Umayyah, Marwan bin Muhammad, sehingga Ibrahim al-Imam ditangkap dan kemudian dihukum mati. Kepemimpinan lalu beralih ketangan dausaranya, Abdullah bin Muhammad, yang dikenal dengan nama *Abu Abbas as-Saffah (Ar.: as-Saffah = si penumpah darah). Pemimpin baru ini tetap memberi kepercayaan besar pada Abu Muslim untuk memimpin perlawanan di daerah Khurasan, sedangkan Abu Abbas dan tokoh-tokoh gerakan Abbasiyah lainya dari keturunan Bani Hasyim, seperti Abu Ja’far *al-Mansur, Isa bin Musa bin Muhammad, dan Abdullah bin Ali, menggerakkan pemberontakan di Kufah, *Damascus, *Palestina, *Yordania, dan daerah-daerah bagian barat wilayah kekuasaan Bani Umayyah.
Abu muslim menghimpun seluruh kelompok yang menentang kekuasaan Bani Umayyah di Khurasan. Dengan kepandaianya ia memanfaatkan pertentangan antara sesama orang Arab, yaitu orang Yaman dan orang Mudar, di Khurasan yang sudah berlangsung sejak zaman Hisyam bin Abdul Malik (724 – 743), putra Abdul Malik bin Marwan. Pada masa itu orang-orang Yaman mendapat kedudukan baik dalam pemerintahan di Khurasan karena gubernur Khurasan, As’ad bin Abdullah al-Qasri, berasal dari Yaman. Orang-orang Mudar disisihkan dari pemerintahan sehingga mereka menjadi tidak menyukai orang-orang Yaman. Sebaliknya, ketiak gubernur Khurasan dijabat oleh orang Mudar, maka orang-orang Yaman disingkirkan.
Ketika abu Muslim mulai bergerak di Khurasan, ia mendekati pemimpin orang-orang Yaman, al-Kirmani, untuk bahu membahu menjatuhkan gubernur Khurasan, Nasr bin Sayyar, seorang keturunan Mudar. Dengan taktik adu domba, Gubernur Nasr bin Sayyar dapat dikalahkan. Setelah itu Abu Muslim dengan bantuan orang-orang Yaman dapat merebut kota Marv dan Nisabur serta mengalahkan kekuasaan Bani Umayyah di Khurasan. Sementara itu Abu Abbas merebut pusat kekuasaan Bani Umayyah di Damascus sehingga khalifah terakhir Bani Umayyah, Marwan bin Muhammad, melarikan diri ke Mesir. Namun akhirnya ia dapat ditangkap oleh pasukan Abbasiyah yang mengejarnya.
Abu Bakar as-Saffah kemudian dibaiat khlalifah Bani Abbas pada tahun 750. abu Muslim diangkat oleh Abu Abbas menjadi gubernur di Khurasan. Selama menjadi gubernur ia menaruh perhatian besar pada penataan pemerintahan propinsinya dan keamanan daerah perbatasan. Ia mendirikan masjid-masjid di Marv dan Nisabur, gedung-gedung besar di Marv dan Samarkhand, dan tembok besar yang mengelilingi Samarkhand dn sekitarnya. Ia menugaskan dua orang perwiranya, Siba bin Nu’man al-Azdi dan Ziyad bin Saleh al-Khuzai, untuk memerangi musuh didaerah Transoksania (Asia Tengah). Pada bulan Zulhijah 133 (Juli 751) pasukan Cina berhasil dikalahkan di Talas. Atas perintah Abu Abbas, Abu Muslim membunuh Abu Salmah al-Khallal, dai gerakan Abbasiyah di Kufah yang ditunjuk oleh Ibrahim al-Imam, karena ia berencana mengalihkan kekhalifahan ke tangan golongan Alawiyyin.
Sewaktu pemerintah Abu Ja’far al-Mansur, terjadi pemberontakan yang didalangi oleh pamanya, Abdullah bin Ali, yang ingin menjadi khalifah sepeninggal Abu Abbas. Abu Muslim ditugaskan memerangi pemberontakan ini. Pasukan Abdullah bin Ali dapat dikalahkan, tetapi Abdullah dapat meloloskan diri. Ia menyerahkan diri ketika Khalifah berjanji menjamin keselamatanya. Ternyata ia ditahan dan kemudian dibunuh setelah ditahan selama sembilan tahun.
Khalifah Abu Ja’far al-Mansur menyadari bahwa Abu Muslim juga menjadi ancaman bagi kedudukanya karena kekuasaanya yang besar di Khurasan. Al-Mansur bermaksud memindahkan Abu Muslim dari Khurasan untuk menjadi gubernur Syam (Suriah) dan Mesir. Abu Muslim menolak karena menganggap Khurasan miliknya. Khalifah al-Mansur memanggil Abu Muslim secara baik-baik untuk mengahadapnya. Tetapi kemudian ia dibunuh. Setelah peristiwa ini, pengikut Abu Muslim dari sekte Khurramiyah mengadakan pemberontakan, namun dapat dihancurkan oleh pasukan Abbasiyah. Sekte ini percaya bahwa Abu Muslim tidak mati dan kelak akan menyebarkan keadilan di muka bumi.

sumber : 



Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Bani Umayyah/Prof.DR.Abdussyafi Muhammad Abdul Lathif;Penerjemah:Masturi Ilham dan Malik Supar; Editor:Fedrian Hasmand; cet.1—Jakarta:Al Kautsar,2014.

Dinasti Umawiyah/Dr yusuf Al Isy;penerjemah:Iman Nurhidayat & Muhammad Khalil; Editor: Muhammad Ihsan; cet.1 – Jakarta,Pustaka Al kautsar,2007.


Mukhtasar Al Bidayah wa An Nihayah/Al Imam Ibnu Katsir; penerjemah, Asmuni; editor, mukhlis B Mukti, Fajar Inayati – Jakarta : Pustaka Azzam, 2008.

Tarikh Khulafa/imam Suyuti; penerjemah, Samson Rahman, MA—Jakarta: Pustaka Al kautsar, 2000.