Senin, 30 Juli 2018

PERANG MU'TAH

Perang Mu’tah adalah Perang yang terjadi di sebuah desa yang bernama Mu’tah yang terletak di perbatasan Syam dan sekarang dikenal dengan nama Karak, yang terjadi pada bulan Jumadil Awal 8 H. bertepatan dengan bulan Agustus atau September 629 M. Perang ini merupakan perang pembuka untuk menaklukkan negeri-negeri nashrani, Perang ini merupakan salah satu peperangan terbesar yang dilakukan oleh orang-orang muslim semasa Rasulullah saw dan juga termasuk paling menegangkan. Dalam peristiwa ini Rasulullah saw tidak ikut berperang, sehingga sebagian ulama tidak menyebutnya dengan ghazwah melainkan perang sariyyah.
Perang ini dipicu atas terbunuhnya Harits bin Umair Al Azdi ra. Salah seorang utusan yang dikirim oleh Rasulullah saw kepada raja Bashra. Al Harits menjalankan misi yang sangat penting sekali bagi keselamatan umat manusia baik di dunia maupun di akhirat, dengan membawa surat yang sarat dengan pesan dakwah itu Harits bin Umair seorang diri melakukan perjalanan dari Madinah menuju Syam. Di tengah perjalanan beliau dihadang oleh Syurahbil bin Amr Al Ghassani, pemimpin Al Balaqo yang termasuk dalam wilayah syam dibawah pemerintahan Qaishar. Syurahbil mengikat Al Harits dan membawanya ke hadapan Qaishar, lalu dia memenggal lehernya.
Membunuh seorang utusan merupakan kejahatan yang amat keji, sama dengan mengumumkan perang atau bahkan lebih dari itu. Karena itu Rasulullah saw sangat murka ketika mendengar kabar bahwa Al Haritsah telah dipenggal lehernya oleh raja Qaishar.
Kemudian Rasulullah saw mengumpulkan ribuan pasukan yang berjumlah sekitar tiga ribu pasukan, yang merupakan pasukan terbesar setelah peristiwa perang Khandaq. Setelah itu Rasulullah saw mengangkat 3 komandan pasukan Islam secara berurut, mereka adalah Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abu Thalib, dan Abdullah bin Rawahah.
Dalam perang ini juga ditunjukkan cerdiknya seorang sahabat Muhajirin yaitu Khalid bin Walid yang membuat strategi peperangan sehingga pasukan muslimin yang berjumlah lebih sedikit menghadapi pasukan Romawi yang jauh lebih besar dapat diselamatkan. Khalid bin Walid adalah sahabat yang memegang bendera ketika ketiga komandan pasukan muslimin secara berturut-turut menjemput syahid di medan pertempuran.
Walaupun perang ini tidak dikatakan menang atau kalah, tetapi setidaknya dapat membuktikan kepada dunia, khususnya kepada para kabilah-kabilah arab bahwa pasukan kaum muslimin mampu menghadapi pasukan Romawi yang memiliki pasukan terkuat dan terbesar dimuka bumi pada zamannya itu. Kenyataan ini semakin menguatkan bahwa orang-orang Muslim adalah sebuah gambaran tersendiri, tidak seperti yang dikenal bangsa Arab selama itu. Dengan kenyataan ini, orang-orang Muslim pasti mendapat pertolongan dari sisi Allah swt dan pemimpin mereka benar-benar Rasul Allah. Oleh karena itu banyak kabilah dan suku-suku di Arab yang akhirnya ikut bergabung bersama kaum muslimin dan masuk Islam karena simpati kepada sesama bangsa Arab.
 STRATEGI PERANG MU’TAH
Langkah pertama Rasulullah saw sebelum perang Mu’tah terjadi adalah mengangkat komandan perang. Yang pertama ditunjuk oleh Rasulullah saw adalah zaid bin Haritsah. Apabila zaid gugur, maka komandan perang diambil alih oleh Ja’far bin Abu Thalib dan apabila Ja’far gugur, maka komandan perang diambil alih oleh Abdullah bin Rawahah. Begitulah Rasulullah saw berwasiat kepada ketiga komandan perang Pasukan Islam.  
Selanjutnya Rasulullah juga berpesan untuk mendatangi tempat terbunuhnya Al Haritsah bin Umair, lalu mengajak penduduk di sana agar masuk Islam. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda,
“Dengan asma Allah, perangilah fi sabilillah orang-orang yang kufur kepada Allah, janganlah kalian berkhianat, jangan merubah, jangan membunuh anak-anak, wanita, orangtua renta, dan orang yang mengisolir ditempat pertapaan rahib, jangan menebang pohon kurma dan pohon apapun, serta jangan merobohkan bangunan.”      
Setelah pasukan Islam sudah siap berangkat, maka orang-orang mengerumuni mereka untuk mengucapkan selamat tinggal kepada mereka. Pada saat itu, salah seorang komandan pasukan Abdullah bin Rawahah menangis.
“Mengapa engkau menangis?” Tanya mereka.
Abdullah bin Rawahah menjawab,”Demi Allah, aku menangis bukan karena cinta dunia dan rindu kepada kalian, tetapi aku pernah mendengar Rasulullah saw membacakan ayat dari sebuah kitab Allah swt, yang didalamnya disebutkan neraka,” Dan tidak seorang pun di antara kalian, melainkan mendatangi neraka itu. Hal ini bagi Rabbmu adalah suatu kepastian yang sudah ditetapkan.” Dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi dengan diriku setelah aku meninggal nanti.
Mereka berkata, semoga Allah menyertai kalian dengan keselamatan, melindungi kalian, kembali kepada kami dalam keadaan baik, dan memperoleh harta rampasan perang. Kemudian berangkatlah pasukan Islam diiringi oleh Rasulullah saw sampai ke daerah yang bernama Tsaniyatul Wada. Beliau berhenti di sana dan mengucapkan selamat jalan.
Pasukan islam bergerak terus menuju arah utara berhenti di Mu’an sebuah wilayah Syam yang berbatasan dengan hijaz Utara. Pada saat itu mereka mendapat informasi bahwa pasukan Heraklius bermarkas di Ma’ab wilayah Baqa dengan kekuatan seratus ribu pasukan dan ditambah lagi pasukan dari lakhm, Judzam, balqin, Bahra, dan Balli sebanyak seratus ribu pasukan, sehingga pasukan musuh berjumlah dua ratus ribu prajurit. Pasukan Islam sangat terkejut ketika mendengar betapa besarnya pasukan musuh.
Pasukan Islam segera bermusyawarah, bagaimana cara mereka menghadapi pasukan yang terlatih dengan jumlah yang sangat besar itu. Apakah pasukan sekecil ini yang berkekuatan tiga ribu prajurit harus berperang dengan musuh yang amat besar dengan kekuatan dua ratus ribu prajurit, mereka berkeinginan untuk mengirim surat kepada Rasulullah saw memberitahukan kondisi yang terjadi, apakah mereka akan mendapat bantuan tambahan pasukan atau perintah yang harus mereka laksanakan. Tetapi Abdullah bin Rawahah menolak keinginan tersebut, dia memberikan motivasi kepada pasukan Islam, bahwa kalian berperang bukan karena jumlah, kekuatan dan banyaknya personil melainkan karena keimanan, karena agama ini, yang dengannya Allah swt akan memuliakan kalian. Akhirnya diambil keputusan secara bulat untuk tetap maju ke medan jihad. Sampailah pasukan Islam di Mu’tah berhadapan langsung dengan pasukan Romawi yang dipimpin oleh Heraklius.
PERMULAAN PERTEMPURAN DAN PERGANTIAN KOMANDAN
Di Mu’tah itulah terjadi pertempuran antara kedua pasukan dengan sengit, tiga ribu pasukan muslimin berhadapan dengan dua ratus ribu prajurit musuh. Pertempuran yang disaksikan oleh dunia dengan rasa heran dan gelengan kepala. Tetapi apabila dilakukan dengan keimanan maka banyak hal yang tak terduga terjadi.
Pertama kali yang memegang bendera adalah Zaid bin Haritsah, kekasih Rasulullah saw, dia bertempur dengan gagah berani dan heroik, terus-menerus bertempur dan bertempur hingga terkena tombak musuh dan akhirnya terjatuh di tanah, mati syahid. Kemudian bendera diambil alih oleh Ja’far bin Abu Thalib yang bertempur dengan gagah berani, jarang ada bandingannya, ketika pertempuran semakin seru dia terlempar dari kudanya dan kudanya terkena senjata. Kemudian dia terus bertempur hingga tangan kanannya putus terkena senjata lawan. Bendera dia alihkan ke tangan kirinya dan terus bertempur hingga tangan kirinya putus terkena senjata lawan. Lalu bendera itu dia lilitkan di lengan bagian atas yang masih menyisa dan terus berusaha mengibarkan bendera hingga dia gugur ditangan musuh. Ada yang berkata tentang dirinya, “ sesungguhnya seorang prajurit Romawi membabatkan pedang ketubuhnya hingga terbelah dua.” Allah menganugerahinya dua saya di syurga. Dengan dua sayap itu dia dapat terbang menurut kehendaknya, karena itu Ja’far bin Abu Thalib dijuluki dengan At Thayar (penerbang) atau dzul Janahain (orang yang memiliki dua sayap). Imam Bukhori meriwayatkan dari Nafi’, Ibnu Umar memberitahunya bahwa terdapat lima puluh luka entah terkena sabetan entah karena hujaman ditubuhnya. Sementara tak ada satu lukapun di punggungnya. Dalam riwyat lain Ibnu Umar berkata ada tujuh puluh lebih luka disekujur tubuhnya, entah karena sabetan entah karena hujaman. Setelah Ja’far bin Abu Thalib gugur, bendera di ambil alih oleh Abdullah bin Rawahah, yang turun dari kudanya pada saat itu sepupunya menghampirinya sambil menyerahkan sepotong tulang yang masih menyisakan daging, sambil berkata,” makanlah ini agar punggungmu bisa tegak, karena beberapa hari ini engkau menghadapi keadaan seperti yang engkau hadapi. Lalu dia mengambil pedangnya dan bertempur terus menerus hingga dia gugur.
Pada saat itu ada seorang dari Bani Aljan yang bernama Tsabit bin Arqam yang maju ke depan dan mengambil bendera. Dia berkata “wahai semua orang muslim, angkatlah seseorang diantara kalian!”.
Mereka menunjuk Khalid bin Walid. Maka setelah mengambil bendera, dia bertempur dengan hebat dan gagah berani. Imam Bukhori meriwayatkan dari Khalid bin walid, dia berkata,” ada Sembilan pedang yang patah di tanganku pada waktu perang Mu’tah. Yang tinggal di tanganku hanya sebatang pedang lebar model Yaman.
Sebelum orang-orang di Madinah mendengar kabar tentang peperangan, Rasulullah saw telah bersabda mengabarkan apa yang terjadi, karena wahyu,” Zaid memegang bendera, lalu dia gugur. Kemudian Ja’far mengambil bendera, lalu dia gugur. Kemudian Abdullah bin Rawahah, mengambil bendera. Dia pun gugur,” kedua mata beliau meneteskan air mata, lalu beliau bersabda lagi, “ hingga salah satu dari pedang-pedang Allah mengambil pedang itu dan akhirnya Allah memberikan kemenangan kepada mereka.
Setelah komandan perang beralih ke Khalid bin Walid, yang terus menghadapi gempuran pasukan Romawi sepanjang hari. Karena itu dia merasa sangat membutuhkan suatu siasat perang, maka sejak pagi hari pada keesokannya dia harus mampu menyusupkan perasaan takut ke dalam hati pasukan Romawi. Tujuannya agar pasukan Islam dapat mundur tanpa harus menghadapi kejaran pasukan Romawi.
Pada keesokan harinya Khalin bin Walid merubah komposisi pasukan dan mempersiapkannya dengan pola baru. Yang tadinya berada di front belakang dialihkan ke front depan. Yang tadinya berada di sayap kiri di alihkan ke sayap kanan, begitu pula sebaliknya. Saat musuh melihat pengalihan ini, mereka mengira pasukan Islam mendapatkan bantuan pasukan, bersamaan dengan ini ketakutan mulai membayangi hati mereka. Sehingga pasukan Romawi menahan laju dan secara bertahap mundur dari medan pertempuran. Setelah kedua pasukan saling mengintip dan bertempur beberapa lama, prajurit Muslimin mundur pelan-pelan, sambil tetap menjaga komposisi pasukan.
Khalid bin Walid ra menganggap hengkangnya pasukan Romawi dari Mu’tah sudah lebih dari cukup, apalagi melihat jumlah persenjataan pasukan Islam jauh di bawah mereka. Jadi tidak diragukan lagi, keputusan Khalid bin Walid ra. Untuk kembali ke Madinah sangat tepat.
Ketika pasukan mendekati Madinah, Rasulullah saw segera menyambut kedatangan mereka. Sambil melangkah, Rasulullah saw melihat beberapa orang anak kecil berlarian. Lalu Rasulullah saw bersabda kepada sahabat untuk membawa anak Ja’far lalu Rasulullah saw  menggendong Abdullah anak dari Ja’far bin abu Thalib. Sementara itu orang-orang banyak berteriak ke arah pasukan, “ hai orang-orang yang melarikan diri dari medan perang, kalian telah kabur dari jalan Allah.” Tetapi Rasulullah langsung bersabda, “ mereka sama sekali bukanlah orang-orang yang melarikan diri dari medan perang, mereka Insya Allah adalah orang-orang yang pulang dan akan kembali bertempur.

PENGAJARAN
Peperangan ini mengandung begitu banyak pelajaran dan bahan renungan bagi kita semua, antara lain:
Pertama, wasiat Rasulullah saw kepada para panglima menjadi dalil bahwa seorang pemimpin umat Islam boleh menyerahkan kepemimpinan dalam misi atau tugas tertentu kepada seseorang berdasarkan penunjukan, asalkan itu dilakukan dengan menunjuk pula para pengganti dari pemimpin tadi jika yang bersangkutan gugur dalam tugas. Itulah yang dilakukan Rasulullah saw yang menunjuk Zaid, lalu Ja’far, lalu Abulah bin Rawahah.
Kedua, dari wasiat Rasulullah saw. Itu juga kita mendapatkan dalil bahwa umat Islam diperbolehkan melakukan ijtihad untuk memilih pemimpin yang baru jika pemimpin yang lama gugur, atau mereka diperintahkan Khalifah untuk memilih pemimpin berdasarkan pendapat sendiri.
Al Thahawi menyatakan, inilah dalil yang menjadi dasar pendapat yang mengatakan bahwa umat Islam diperbolehkan menunjuk seseorang untuk menggantikan pemimpin mereka yang “hilang” sampai yang bersangkutan kembali.
Di samping itu, wasiat Rasulullah saw ini juga menjadi dalil diperbolehkannya pengambilan ijtihad ketika Rasulullah saw masih hidup.
Ketiga, seperti yang anda ketahui, Rasulullah saw telah menyampaikan berita duka tentang gugurnya Zaid, Ja’far, dan Ibnu Rawahah dengan berlinang air mata. Padahal saat itu Rasulullah saw dan pasukan Islam di pisahkan oleh jarak yang jauh. Peristiwa ini membuktikan bahwa Allah swt telah menjadikan bumi mengecil di hadapan Rasulullah saw, sehingga beliau dapat melihat pasukan Islam yang sedang bertempur di perbatasan Syam. Inilah kemuliaan yang diberikan Allah swt kepada hamba yang paling dicintai-Nya ini. Peristiwa ini juga membuktikan cinta Rasulullah saw yang amat besar terhadap para sahabat, dan tangis Rasulullah saw tersebut semata-mata menunjukan kewajaran dan kelembutan yang telah digariskan Allah swt untuk menjadi fitrah manusia. Sebagaimana sabda Rasulullah saw “karena mata dapat mencucurkan air mata dan hati dapat bersedih” .
Keempat, Keistimewaan yang di miliki Khalib bin Walid, di penghujung hadits, Rasulullah saw bersabda, “ Lalu panji-panji pasukan dibawa oleh salah satu pedang di antara pedang-pedang-Nya Allah samapi Allah memberikan kemenangan kepada mereka.” Perang Mu’tah adalah perang yang pertama kali diikuti oleh Khalid bin Walid, saat itu dia baru saja memeluk agama Islam. Ibnu Hajar menyatakan, bahwa dalam perang ini banyak sekali prajurit musuh yang gugur, berdasarkan hadits, Imam Bukhori meriwayatkan dari Khalid bin walid, ”Sewaktu perang Mu’tah terjadi, ditanganku telah patah sembilan pedang, sampai-sampai yang tersisa hanya sebuah pedang yang lebar dari Yaman,”. Dari penjelasan ini, membuktikan bahwa Khalid bin Walid mengambil startegi yang sangat brilian, dengan begitu kewibawaan pasukan Islam di mata musuh akan terus terjaga.
Kelima, larangan untuk membunuh wanita dan anak-anak, karena mereka adalah kaum yang lemah tidak dapat melindungi dirinya sendiri. Ibn Hajar rahimahullah menukil kesepakatan ulama atas larangan menyengaja untuk membunuh kaum wanita dan anak-anak. Kemudian dia berkata, "Adapun alasan kaum wanita adalah karena kelemahan mereka sedangkan alasan anak-anak juga dilarang dibunuh adalah karena ketidakberdayaan mereka untuk melakukan kekufuran." (Lihat, Fath al-Bâry, Op.Cit., Jld.VI, h. 179).
Keenam, larangan untuk menebang pohon dan merubuhkan bangunan. Karena Rasulullah saw sangat melarang hal tersebut, Rasulullah saw bersabda “Dengan asma Allah, perangilah fi sabilillah orang-orang yang kufur kepada Allah, janganlah kalian berkhianat, jangan merubah, jangan membunuh anak-anak, wanita, orangtua renta, dan orang yang mengisolir ditempat pertapaan rahib, jangan menebang pohon kurma dan pohon apapun, serta jangan merobohkan bangunan.”     

KESIMPULAN

  1. Allah swt pasti akan menurunkan pertolongan kepada hamba-hambanya yang mau berkorban jiwa dan harta demi membela agama. Allah swt berfirman dalam surat Al Anfal ayat 45, “Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), Maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” Pasukan Islam sama sekali tidak gentar dan surut kebelakang. Alih-alih justru mereka merangsek maju, tidak memedulikan jumlah pasukan musuh yang lima puluh kali lipat dari pasukan Islam.
  2. Di dalam peperangan bukan hanya jumlah yang dapat menentukan kemenangan sebuah pertempuran, tetapi juga sangat dibutuhkan suatu strategi yang cerdas dan pemimpin yang mumpuni, dengan strategi yang jitu dan brilian itulah pasukan Islam dapat memenangkan suatu pertempuran.
  3. Allah swt menghujamkan ketakutan dan guncangan kedalam hati setiap prajurit musuh tanpa penyebab yang kasat mata. Musuh-musuh Allah itu pun meninggalkan medan pertempuran tanpa memedulikan ribuan teman mereka yang meregang nyawa di tangan prajurit Islam.
  4. Jumlah Pasukan Islam yang gugur dalam peperangan ini berjumlah 12 orang sahabat.
  5. Pasukan islam yang kembali dari pertempuran Mu’tah adalah pahlawan umat Islam. Yang akan kembali bertempur lagi di peperangan berikutnya.
  6. Kepatuhan dan ketaatan kepada perintah pemimpin, dalam hal ini komandan pasukan Islam sehingga pasukan terlihat solid dan kuat, tidak ada satupun prajurit yang membangkang.
  7. Dalam perang Mu’tah ini membuktikan bahwa pasukan Islam sangat kuat dan membawa dampak yang luas dalam rangka penyebaran dakwah Islam, sehingga banyak kabilah-kabilah Arab yang ikut bergabung masuk Islam. Ada juga kabilah Arab yang bersimpati masuk Islam karena merasa senasib dan sepenanggungan sesame bangsa Arab.