Minggu, 09 Juni 2013
Sabtu, 08 Juni 2013
2 Serigala
"Ayo Serigala A, kamu bisa ngga tangkap kelinci itu?" tanya serigala
B,
"Ah, itu gampang, lihat saja nih!" Jawab serigala A, dan dengan sigap
serigala A itupun melompat ke arah kelinci tersebut, dan berlari mengejarnya.
Sedangkan kelinci yang melihat serigala itu, langsung lari terbirit-birit
ketakutan, tanpa pikir panjang wortel yang masih dikunyahnya di lemparkan ke
arah serigala tersebut,
"DUAAAKK!!" begitu suaranya..
Karena serigala adalah binatang yang kuat, maka wortel kecil yang mengenai
kepalanya tidak terasa sama sekali, serigala tersebut tetap mengejar kelinci
itu, 1 menit.. 2 menit.. 3 menit... sampai 5 menit..
Serigala itu belum dapat menangkap kelinci itu, karena kelinci itu larinya
lebih kencang. serigala itupun kelelahan, dan menghentikan pengejarannya.
Dengan perasaan yang sangat malu, dia menunduk berjalan dan kembali ke temannya
serigala B.
Setelah sampai di tempat serigala B, maka serigala B itupun bertanya,
"Bagaimana? Apakah kamu bisa menangkapnya ?" tanya serigala B, lalu
serigala A hanya menggeleng-gelengkan kepalanya yang masih tertunduk.
Serigala B lalu melanjutkan perkataanya : "Kamu tahu, kenapa kamu tidak
bisa menangkap kelinci itu? Kamu kalah, karena kamu tidak serius. Kamu berlari
mengejar kelinci hanya untuk pamer saja, sedangkan kelinci itu berlari untuk
nyawanya."
Mungkin kita tertawa mendengar cerita ini, betapa bodohnya seekor serigala yang
seharusnya dapat berlari sangat kencang, tetapi tidak dapat menangkap seekor
kelinci.
Tapi, kita dapat mengambil pelajaran dari serigala tersebut, untuk orang yang
sudah bekerja, mungkin Anda merasa, Anda sangat lelah, Anda capai dengan
pekerjaan Anda, Anda merasa bosan, Anda merasa tidak ada kemajuan sama sekali
dalam pekerjaan Anda, Itu dikarenakan karena Anda tidak serius dengan pekerjaan
Anda. Cobalah pikirkan kembali, apakah tujuan sebenarnya Anda bekerja? Apakah
pekerjaan Anda yang sekarang sudah cocok dengan bidang Anda? Terkadang ada
orang yang bekerja, karena tuntutan orang tua agar mencari uang sendiri, atau
kadang juga ada orang yang bekerja, karena mereka merasa 'harus' bekerja untuk
membantu orang tua mereka menghidupi keluarganya, atau ada juga orang yang
bekerja karena untuk dapat pamer pada teman-temannya, pada sanak saudara, bahwa
dia sudah bekerja.
Memang bekerja tidaklah salah, tapi jika pekerjaan itu dilakukan dengan tidak
serius atau 'separuh hati' maka Anda akan merasa bosan, merasa malas untuk
bekerja, tidak ada gairah. Lain halnya jika Anda bekerja, karena Anda
benar-benar menyukai pekerjaan tersebut dan sesuai dengan bidang Anda, Anda
akan enggan berhenti bekerja untuk beristirahat, setiap pagi Anda akan selalu
terbangun dengan wajah yang berseri-seri.
Jadi, apakah tujuan Anda bekerja ? Jawaban ada di tangan Anda
Selasa, 04 Juni 2013
PERANG MU'TAH
Perang
Mu’tah adalah Perang yang terjadi di sebuah desa yang bernama Mu’tah yang
terletak di perbatasan Syam dan sekarang dikenal dengan nama Karak, yang
terjadi pada bulan Jumadil Awal 8 H. bertepatan dengan bulan Agustus atau
September 629 M. Perang ini merupakan perang pembuka untuk menaklukkan
negeri-negeri nashrani, Perang ini merupakan salah satu peperangan terbesar
yang dilakukan oleh orang-orang muslim semasa Rasulullah saw dan juga termasuk
paling menegangkan. Dalam peristiwa ini Rasulullah saw tidak ikut berperang,
sehingga sebagian ulama tidak menyebutnya dengan ghazwah melainkan perang sariyyah.
Perang
ini dipicu atas terbunuhnya Harits bin Umair Al Azdi ra. Salah seorang utusan
yang dikirim oleh Rasulullah saw kepada raja Bashra. Al Harits menjalankan misi
yang sangat penting sekali bagi keselamatan umat manusia baik di dunia maupun
di akhirat, dengan membawa surat yang sarat dengan pesan dakwah itu Harits bin
Umair seorang diri melakukan perjalanan dari Madinah menuju Syam. Di tengah
perjalanan beliau dihadang oleh Syurahbil bin Amr Al Ghassani, pemimpin Al
Balaqo yang termasuk dalam wilayah syam dibawah pemerintahan Qaishar. Syurahbil
mengikat Al Harits dan membawanya ke hadapan Qaishar, lalu dia memenggal
lehernya.
Membunuh
seorang utusan merupakan kejahatan yang amat keji, sama dengan mengumumkan
perang atau bahkan lebih dari itu. Karena itu Rasulullah saw sangat murka
ketika mendengar kabar bahwa Al Haritsah telah dipenggal lehernya oleh raja
Qaishar.
Kemudian
Rasulullah saw mengumpulkan ribuan pasukan yang berjumlah sekitar tiga ribu
pasukan, yang merupakan pasukan terbesar setelah peristiwa perang Khandaq. Setelah
itu Rasulullah saw mengangkat 3 komandan pasukan Islam secara berurut, mereka
adalah Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abu Thalib, dan Abdullah bin Rawahah.
Dalam
perang ini juga ditunjukkan cerdiknya seorang sahabat Muhajirin yaitu Khalid
bin Walid yang membuat strategi peperangan sehingga pasukan muslimin yang
berjumlah lebih sedikit menghadapi pasukan Romawi yang jauh lebih besar dapat
diselamatkan. Khalid bin Walid adalah sahabat yang memegang bendera ketika
ketiga komandan pasukan muslimin secara berturut-turut menjemput syahid di medan
pertempuran.
Walaupun
perang ini tidak dikatakan menang atau kalah, tetapi setidaknya dapat
membuktikan kepada dunia, khususnya kepada para kabilah-kabilah arab bahwa
pasukan kaum muslimin mampu menghadapi pasukan Romawi yang memiliki pasukan
terkuat dan terbesar dimuka bumi pada zamannya itu. Kenyataan ini semakin
menguatkan bahwa orang-orang Muslim adalah sebuah gambaran tersendiri, tidak
seperti yang dikenal bangsa Arab selama itu. Dengan kenyataan ini, orang-orang
Muslim pasti mendapat pertolongan dari sisi Allah swt dan pemimpin mereka
benar-benar Rasul Allah. Oleh karena itu banyak kabilah dan suku-suku di Arab
yang akhirnya ikut bergabung bersama kaum muslimin dan masuk Islam karena
simpati kepada sesama bangsa Arab.
STRATEGI PERANG MU’TAH
Langkah
pertama Rasulullah saw sebelum perang Mu’tah terjadi adalah mengangkat komandan
perang. Yang pertama ditunjuk oleh Rasulullah saw adalah zaid bin Haritsah. Apabila
zaid gugur, maka komandan perang diambil alih oleh Ja’far bin Abu Thalib dan
apabila Ja’far gugur, maka komandan perang diambil alih oleh Abdullah bin
Rawahah. Begitulah Rasulullah saw berwasiat kepada ketiga komandan perang Pasukan
Islam.
Selanjutnya
Rasulullah juga berpesan untuk mendatangi tempat terbunuhnya Al Haritsah bin
Umair, lalu mengajak penduduk di sana agar masuk Islam. Dalam hal ini
Rasulullah saw bersabda,
“Dengan asma Allah, perangilah fi
sabilillah orang-orang yang kufur kepada Allah, janganlah kalian berkhianat,
jangan merubah, jangan membunuh anak-anak, wanita, orangtua renta, dan orang
yang mengisolir ditempat pertapaan rahib, jangan menebang pohon kurma dan pohon
apapun, serta jangan merobohkan bangunan.”
Setelah
pasukan Islam sudah siap berangkat, maka orang-orang mengerumuni mereka untuk
mengucapkan selamat tinggal kepada mereka. Pada saat itu, salah seorang
komandan pasukan Abdullah bin Rawahah menangis.
“Mengapa
engkau menangis?” Tanya mereka.
Abdullah
bin Rawahah menjawab,”Demi Allah, aku menangis bukan karena cinta dunia dan
rindu kepada kalian, tetapi aku pernah mendengar Rasulullah saw membacakan ayat
dari sebuah kitab Allah swt, yang didalamnya disebutkan neraka,” Dan tidak seorang pun di antara kalian,
melainkan mendatangi neraka itu. Hal ini bagi Rabbmu adalah suatu kepastian
yang sudah ditetapkan.” Dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi dengan
diriku setelah aku meninggal nanti.
Mereka
berkata, semoga Allah menyertai kalian dengan keselamatan, melindungi kalian,
kembali kepada kami dalam keadaan baik, dan memperoleh harta rampasan perang.
Kemudian berangkatlah pasukan Islam diiringi oleh Rasulullah saw sampai ke
daerah yang bernama Tsaniyatul Wada. Beliau berhenti di sana dan mengucapkan
selamat jalan.
Pasukan
islam bergerak terus menuju arah utara berhenti di Mu’an sebuah wilayah Syam
yang berbatasan dengan hijaz Utara. Pada saat itu mereka mendapat informasi
bahwa pasukan Heraklius bermarkas di Ma’ab wilayah Baqa dengan kekuatan seratus
ribu pasukan dan ditambah lagi pasukan dari lakhm, Judzam, balqin, Bahra, dan
Balli sebanyak seratus ribu pasukan, sehingga pasukan musuh berjumlah dua ratus
ribu prajurit. Pasukan Islam sangat terkejut ketika mendengar betapa besarnya
pasukan musuh.
Pasukan
Islam segera bermusyawarah, bagaimana cara mereka menghadapi pasukan yang
terlatih dengan jumlah yang sangat besar itu. Apakah pasukan sekecil ini yang
berkekuatan tiga ribu prajurit harus berperang dengan musuh yang amat besar
dengan kekuatan dua ratus ribu prajurit, mereka berkeinginan untuk mengirim
surat kepada Rasulullah saw memberitahukan kondisi yang terjadi, apakah mereka
akan mendapat bantuan tambahan pasukan atau perintah yang harus mereka
laksanakan. Tetapi Abdullah bin Rawahah menolak keinginan tersebut, dia
memberikan motivasi kepada pasukan Islam, bahwa kalian berperang bukan karena
jumlah, kekuatan dan banyaknya personil melainkan karena keimanan, karena agama
ini, yang dengannya Allah swt akan memuliakan kalian. Akhirnya diambil
keputusan secara bulat untuk tetap maju ke medan jihad. Sampailah pasukan Islam
di Mu’tah berhadapan langsung dengan pasukan Romawi yang dipimpin oleh
Heraklius.
PERMULAAN
PERTEMPURAN DAN PERGANTIAN KOMANDAN
Di
Mu’tah itulah terjadi pertempuran antara kedua pasukan dengan sengit, tiga ribu
pasukan muslimin berhadapan dengan dua ratus ribu prajurit musuh. Pertempuran
yang disaksikan oleh dunia dengan rasa heran dan gelengan kepala. Tetapi
apabila dilakukan dengan keimanan maka banyak hal yang tak terduga terjadi.
Pertama
kali yang memegang bendera adalah Zaid bin Haritsah, kekasih Rasulullah saw,
dia bertempur dengan gagah berani dan heroik, terus-menerus bertempur dan
bertempur hingga terkena tombak musuh dan akhirnya terjatuh di tanah, mati
syahid. Kemudian bendera diambil alih oleh Ja’far bin Abu Thalib yang bertempur
dengan gagah berani, jarang ada bandingannya, ketika pertempuran semakin seru
dia terlempar dari kudanya dan kudanya terkena senjata. Kemudian dia terus
bertempur hingga tangan kanannya putus terkena senjata lawan. Bendera dia
alihkan ke tangan kirinya dan terus bertempur hingga tangan kirinya putus
terkena senjata lawan. Lalu bendera itu dia lilitkan di lengan bagian atas yang
masih menyisa dan terus berusaha mengibarkan bendera hingga dia gugur ditangan
musuh. Ada yang berkata tentang dirinya, “ sesungguhnya seorang prajurit Romawi
membabatkan pedang ketubuhnya hingga terbelah dua.” Allah menganugerahinya dua
saya di syurga. Dengan dua sayap itu dia dapat terbang menurut kehendaknya,
karena itu Ja’far bin Abu Thalib dijuluki dengan At Thayar (penerbang) atau
dzul Janahain (orang yang memiliki dua sayap). Imam Bukhori meriwayatkan dari
Nafi’, Ibnu Umar memberitahunya bahwa terdapat lima puluh luka entah terkena
sabetan entah karena hujaman ditubuhnya. Sementara tak ada satu lukapun di
punggungnya. Dalam riwyat lain Ibnu Umar berkata ada tujuh puluh lebih luka
disekujur tubuhnya, entah karena sabetan entah karena hujaman. Setelah Ja’far
bin Abu Thalib gugur, bendera di ambil alih oleh Abdullah bin Rawahah, yang turun
dari kudanya pada saat itu sepupunya menghampirinya sambil menyerahkan sepotong
tulang yang masih menyisakan daging, sambil berkata,” makanlah ini agar
punggungmu bisa tegak, karena beberapa hari ini engkau menghadapi keadaan
seperti yang engkau hadapi. Lalu dia mengambil pedangnya dan bertempur terus
menerus hingga dia gugur.
Pada
saat itu ada seorang dari Bani Aljan yang bernama Tsabit bin Arqam yang maju ke
depan dan mengambil bendera. Dia berkata “wahai semua orang muslim, angkatlah
seseorang diantara kalian!”.
Mereka
menunjuk Khalid bin Walid. Maka setelah mengambil bendera, dia bertempur dengan
hebat dan gagah berani. Imam Bukhori meriwayatkan dari Khalid bin walid, dia
berkata,” ada Sembilan pedang yang patah di tanganku pada waktu perang Mu’tah.
Yang tinggal di tanganku hanya sebatang pedang lebar model Yaman.
Sebelum
orang-orang di Madinah mendengar kabar tentang peperangan, Rasulullah saw telah
bersabda mengabarkan apa yang terjadi, karena wahyu,” Zaid memegang bendera,
lalu dia gugur. Kemudian Ja’far mengambil bendera, lalu dia gugur. Kemudian
Abdullah bin Rawahah, mengambil bendera. Dia pun gugur,” kedua mata beliau
meneteskan air mata, lalu beliau bersabda lagi, “ hingga salah satu dari
pedang-pedang Allah mengambil pedang itu dan akhirnya Allah memberikan
kemenangan kepada mereka.
Setelah
komandan perang beralih ke Khalid bin Walid, yang terus menghadapi gempuran
pasukan Romawi sepanjang hari. Karena itu dia merasa sangat membutuhkan suatu
siasat perang, maka sejak pagi hari pada keesokannya dia harus mampu
menyusupkan perasaan takut ke dalam hati pasukan Romawi. Tujuannya agar pasukan
Islam dapat mundur tanpa harus menghadapi kejaran pasukan Romawi.
Pada
keesokan harinya Khalin bin Walid merubah komposisi pasukan dan
mempersiapkannya dengan pola baru. Yang tadinya berada di front belakang
dialihkan ke front depan. Yang tadinya berada di sayap kiri di alihkan ke sayap
kanan, begitu pula sebaliknya. Saat musuh melihat pengalihan ini, mereka
mengira pasukan Islam mendapatkan bantuan pasukan, bersamaan dengan ini
ketakutan mulai membayangi hati mereka. Sehingga pasukan Romawi menahan laju
dan secara bertahap mundur dari medan pertempuran. Setelah kedua pasukan saling
mengintip dan bertempur beberapa lama, prajurit Muslimin mundur pelan-pelan, sambil
tetap menjaga komposisi pasukan.
Khalid
bin Walid ra menganggap hengkangnya pasukan Romawi dari Mu’tah sudah lebih dari
cukup, apalagi melihat jumlah persenjataan pasukan Islam jauh di bawah mereka.
Jadi tidak diragukan lagi, keputusan Khalid bin Walid ra. Untuk kembali ke
Madinah sangat tepat.
Ketika
pasukan mendekati Madinah, Rasulullah saw segera menyambut kedatangan mereka.
Sambil melangkah, Rasulullah saw melihat beberapa orang anak kecil berlarian.
Lalu Rasulullah saw bersabda kepada sahabat untuk membawa anak Ja’far lalu
Rasulullah saw menggendong Abdullah anak
dari Ja’far bin abu Thalib. Sementara itu orang-orang banyak berteriak ke arah
pasukan, “ hai orang-orang yang melarikan diri dari medan perang, kalian telah
kabur dari jalan Allah.” Tetapi Rasulullah langsung bersabda, “ mereka sama
sekali bukanlah orang-orang yang melarikan diri dari medan perang, mereka Insya
Allah adalah orang-orang yang pulang dan akan kembali bertempur.
PENGAJARAN
Peperangan
ini mengandung begitu banyak pelajaran dan bahan renungan bagi kita semua,
antara lain:
Pertama,
wasiat Rasulullah saw kepada para panglima menjadi dalil bahwa seorang pemimpin
umat Islam boleh menyerahkan kepemimpinan dalam misi atau tugas tertentu kepada
seseorang berdasarkan penunjukan, asalkan itu dilakukan dengan menunjuk pula
para pengganti dari pemimpin tadi jika yang bersangkutan gugur dalam tugas.
Itulah yang dilakukan Rasulullah saw yang menunjuk Zaid, lalu Ja’far, lalu
Abulah bin Rawahah.
Kedua,
dari wasiat Rasulullah saw. Itu juga kita mendapatkan dalil bahwa umat Islam
diperbolehkan melakukan ijtihad untuk memilih pemimpin yang baru jika pemimpin
yang lama gugur, atau mereka diperintahkan Khalifah untuk memilih pemimpin
berdasarkan pendapat sendiri.
Al
Thahawi menyatakan, inilah dalil yang menjadi dasar pendapat yang mengatakan
bahwa umat Islam diperbolehkan menunjuk seseorang untuk menggantikan pemimpin
mereka yang “hilang” sampai yang bersangkutan kembali.
Di
samping itu, wasiat Rasulullah saw ini juga menjadi dalil diperbolehkannya
pengambilan ijtihad ketika Rasulullah saw masih hidup.
Ketiga,
seperti yang anda ketahui, Rasulullah saw telah menyampaikan berita duka
tentang gugurnya Zaid, Ja’far, dan Ibnu Rawahah dengan berlinang air mata.
Padahal saat itu Rasulullah saw dan pasukan Islam di pisahkan oleh jarak yang
jauh. Peristiwa ini membuktikan bahwa Allah swt telah menjadikan bumi mengecil
di hadapan Rasulullah saw, sehingga beliau dapat melihat pasukan Islam yang
sedang bertempur di perbatasan Syam. Inilah kemuliaan yang diberikan Allah swt
kepada hamba yang paling dicintai-Nya ini. Peristiwa ini juga membuktikan cinta
Rasulullah saw yang amat besar terhadap para sahabat, dan tangis Rasulullah saw
tersebut semata-mata menunjukan kewajaran dan kelembutan yang telah digariskan
Allah swt untuk menjadi fitrah manusia. Sebagaimana sabda Rasulullah saw “karena mata dapat mencucurkan air mata dan
hati dapat bersedih” .
Keempat,
Keistimewaan yang di miliki Khalib bin Walid, di penghujung hadits, Rasulullah
saw bersabda, “ Lalu panji-panji pasukan
dibawa oleh salah satu pedang di antara pedang-pedang-Nya Allah samapi Allah
memberikan kemenangan kepada mereka.” Perang Mu’tah adalah perang yang
pertama kali diikuti oleh Khalid bin Walid, saat itu dia baru saja memeluk
agama Islam. Ibnu Hajar menyatakan, bahwa dalam perang ini banyak sekali
prajurit musuh yang gugur, berdasarkan hadits, Imam Bukhori meriwayatkan dari
Khalid bin walid, ”Sewaktu perang Mu’tah
terjadi, ditanganku telah patah sembilan pedang, sampai-sampai yang tersisa
hanya sebuah pedang yang lebar dari Yaman,”. Dari penjelasan ini,
membuktikan bahwa Khalid bin Walid mengambil startegi yang sangat brilian,
dengan begitu kewibawaan pasukan Islam di mata musuh akan terus terjaga.
Kelima,
larangan untuk membunuh wanita dan anak-anak, karena mereka adalah kaum yang
lemah tidak dapat melindungi dirinya sendiri. Ibn Hajar rahimahullah menukil kesepakatan
ulama atas larangan menyengaja untuk membunuh kaum wanita dan anak-anak.
Kemudian dia berkata, "Adapun alasan kaum wanita adalah karena kelemahan
mereka sedangkan alasan anak-anak juga dilarang dibunuh adalah karena
ketidakberdayaan mereka untuk melakukan kekufuran." (Lihat, Fath al-Bâry,
Op.Cit., Jld.VI, h. 179).
Keenam,
larangan untuk menebang pohon dan merubuhkan bangunan. Karena Rasulullah saw
sangat melarang hal tersebut, Rasulullah saw bersabda “Dengan asma Allah, perangilah fi sabilillah orang-orang yang kufur
kepada Allah, janganlah kalian berkhianat, jangan merubah, jangan membunuh
anak-anak, wanita, orangtua renta, dan orang yang mengisolir ditempat pertapaan
rahib, jangan menebang pohon kurma dan pohon apapun, serta jangan merobohkan
bangunan.”
KESIMPULAN
- Allah
swt pasti akan menurunkan pertolongan kepada hamba-hambanya yang mau
berkorban jiwa dan harta demi membela agama. Allah swt berfirman dalam
surat Al Anfal ayat 45, “Hai
orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), Maka
berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar
kamu beruntung.” Pasukan Islam sama sekali tidak gentar dan surut
kebelakang. Alih-alih justru mereka merangsek maju, tidak memedulikan
jumlah pasukan musuh yang lima puluh kali lipat dari pasukan Islam.
- Di
dalam peperangan bukan hanya jumlah yang dapat menentukan kemenangan
sebuah pertempuran, tetapi juga sangat dibutuhkan suatu strategi yang
cerdas dan pemimpin yang mumpuni, dengan strategi yang jitu dan brilian itulah
pasukan Islam dapat memenangkan suatu pertempuran.
- Allah
swt menghujamkan ketakutan dan guncangan kedalam hati setiap prajurit
musuh tanpa penyebab yang kasat mata. Musuh-musuh Allah itu pun
meninggalkan medan pertempuran tanpa memedulikan ribuan teman mereka yang
meregang nyawa di tangan prajurit Islam.
- Jumlah
Pasukan Islam yang gugur dalam peperangan ini berjumlah 12 orang sahabat.
- Pasukan
islam yang kembali dari pertempuran Mu’tah adalah pahlawan umat Islam.
Yang akan kembali bertempur lagi di peperangan berikutnya.
- Kepatuhan
dan ketaatan kepada perintah pemimpin, dalam hal ini komandan pasukan
Islam sehingga pasukan terlihat solid dan kuat, tidak ada satupun prajurit
yang membangkang.
- Dalam
perang Mu’tah ini membuktikan bahwa pasukan Islam sangat kuat dan membawa
dampak yang luas dalam rangka penyebaran dakwah Islam, sehingga banyak
kabilah-kabilah Arab yang ikut bergabung masuk Islam. Ada juga kabilah
Arab yang bersimpati masuk Islam karena merasa senasib dan sepenanggungan
sesame bangsa Arab.
Sumber ; Shiroh Nabawiyah : Syaikh syafiurrahman Al Mubarakfurry
Senin, 03 Juni 2013
ALIRAN-ALIRAN SESAT DAN BENTUK-BENTUK PENYIMPANGANNYA
KHOWARIJ
PENGERTIAN
Bahasa :
berasal dari kata Kharaja , yang berarti
keluar
Istilah : menurut
As Syahristani, Khowarij adalah setiap orang yang keluar (melawan/memberontak)
kepada imam yang “haq” yang disepakati jamaah muslimin.
Khowarij
adalah kelompok yang keluar (melawan) kholifah Ali bin Abu Tholib.
SEJARAH
SINGKAT
Khowarij
muncul pada zaman kholifah Ali bin Abu Tholib setelah perang shiffin yang
kemudian dilanjutkan dengan tahkim (perundingan), karena kecewa terhadap hasil
perundingan maka mereka menyatakan keluar dan akhirnya mengadakan
perlawanan/pemberontakan kepada kholifah Ali.
Peristiwa
sebelum munculnya khowarij
1. Munculnya berbagai macam isu dan fitnah terhadap kepemimpinan
kholifah Usman bin Affan Ra
2. Peristiwa pemberontakan dan pembunuhan terhadap kholifah Usman
bin Affan Ra
3. Tidak diketemukan siapa yang membunuh Usman bin Affan.
4. Setelah Kholifah usman terbunuh, Ali diangkat sebagai Kholifah.
5. Berita yang tersebar adalah Ali melindungi orang-orang yang
telah membunuh Usman.
6. Banyak permintaan dari berbagai wilayah agar Kholifah Ali
menangkap orang yang terlibat dalam pembunuhan Usman.
7. Terjadi perang Jamal (perang unta) antara pihak Ali dengan
Aisyah.
8. Terjadi perang shiffin antara pihak Ali dengan Muawiyah.
9. Perang shiffin disudahi dengan perundingan (tahkim).
10. Hasil perundingan dianggap mengecewakan pengikut Kholifah Ali.
TOKOH-TOKOHNYA
1. Abu Rasyid Nafi bin Al azroq
2. Najdah
3. Abu Baihah
4. Abdul karim bin Ajarid
5. Tsa’labah bin Amir
6. Abdullah bin Ibadh
7. Ziyad bin Al Ashfar
POKOK –
POKOK AJARAN
1. Mengkafirkan Ali, Usman, Muawiyah dan para pengikut perang
Jamal, dan juga pada mereka yg setuju dengan perundingan antar ali dan
Muawiyah.
2. Mengkafirkan orang yang berbuat dosa besar dan tidak bertobat,
kekal didalam neraka.
3. Diperbolehkan tidak mengikuti dan tidak mentaati kepada pemimpin
yang dianggap dzolim.
4. Boleh menentang dan melawan seorang pemimpin.
5. Tidak ada hukum selain yang bersumber dari Al Qur’an (menolak
sebagian besar hadits Nabi saw)
6. Semua dosa besar, tidak ada dosa kecil.
7. Siti Aisyah Ummul Mukminin dianggap terkutuk karena perang Jamal
melawn Ali.
8. Menolak surat Yusuf.
BENTUK –
BENTUK PENYIMPANGAN
1. Membolehkan membunuh anak-anak kecil dan wanita dari golongan
yang menentang mereka.
2. Memuji pembunuh Ali bin Abu Tholib yaitu Abdur Rohman bin Muljim.
3. Tidak ada hukum rajam untuk orang yang berzina, karena tidak ada
didalam Al qur’an
SYI’AH
PENGERTIAN
Bahasa :
pengikut, penolong, pembela atau golongan.
Istilah :
kelompok yang menganggap Ali bin Abi Tholib lebih afdhol atas semua Kholifah Ar
Rasyidin sebelumnya, dan yang berhak menjadi kholifah hanyalah dari ahlul bait,
selain ahlul bait kekholifahannya dianggap batal.
SEJARAH
SINGKAT
Baru muncul
pada masa kekhilafan Ali bin abi Abu tholib, tepatnya setelah terjadinya perang
shiffin yang di akhiri dengan perundingan, lalu muncul kelompok khowarij yang
menentang Ali, maka sebagai bentuk pembelaan kepada Ali munculah syi’ah yang
membela dan mendukung Ali.
TOKOH -
TOKOHNYA
- Abdullah bin Saba
- Kulaini
- Ayatollah khumaini
- Haj Mirza husein
- Ayatullah Al mamaqani
POKOK
– POKOK AJARAN
- Setiap imam terpelihara (ma’shum) dari segala kesalahan, kelalaian, dan dosa.
- Al ghoibah (menghilang) imam bisa menghilang baik itu sementara maupun selamanya.
- Roj’ah (muncul kembali) diyakininya bahwa Imam Hasan Al Askari akan datang kembali pada akhir jaman.
- Taqiyah adalah memperlihatkan sesuatu dengan ucapan atau perbuatan yang bertentangan dengan hati mereka.
- Syi’ah mencela, melaknat, dan mengkafirkan sahabat Nabi terutama kepada Abu Bakar, Umar dan Usman.
- Syi’ah menganggap Al Qur’an yang ada pada saat ini adalah palsu (tidak asli).
- Nikah Mut’ah (kawin kontrak) adalah menikahi wanita dengan perjanjian untuk batas waktu tertentu. Rasulullah saw telah mengharamkan nikah mut’ah ini sejak perang khoibar, dan diharamkan selama-lamanya.
BENTUK –
BENTUK PENYIMPANGAN
- Diselenggarakannya pesta-pesta hiburan, kematian, kesedihan, berfoto-foto, menepuk dada, dan perbuatan-perbuatan terlarang lainnya pada 10 hari pertama bulan Muharrom.
- Pawai besar-besaran memukul-mukul dada dengan rantai besi hingga terluka.
- Acara puncak dilakukan dengan melukai kepala terutama dahinya sehingga berlumuran darah.
- Di Lahore acara Muharrom ditutup dengan malam gembira berupa mut’ah massal.
- Pada tanggal 10 Muharrom kaum ibu membuat makanan yang disebut “bubur muharrom” untuk dibagi-bagikan kepada tetangga.
MU’TAZILAH
PENGERTIAN
Bahasa :
I’tizal (menyingkir)
Istilah :
Washil bin Atho (pemimpin Mu’tazilah) meninggalkan/menyingkir dari khalaqoh dan
mazhab Hasan Al Bashri (Ahlus Sunnah wal Jama’ah).
SEJARAH
SINGKAT
Mu’tazilah
muncul pada awal abad ke-2 H, yaitu antara tahun 105 dan 110 H, yang
dimunculkan oleh Washil bin Atho. Aliran ini terpengaruh dengan beberapa
pemikiran yang ada pada saat itu seperti aliran Jahmiya, Qodariyah, dan
Khowarij.
Munculnya
Mu’tazilah diawali dengan perselisihan/perbedaan pendapat antara Imam Hasan al
Bashri dengan salah seorang peserta khalaqohnya yaitu Washil bin Atho dalam
masalah perbuatan dosa besar. Berikutnya Washil bin Atho menyebarkan
pemikirannya yang bertentangan dengan Imam Hasan Al Bashri.
TOKOH -
TOKOHNYA
- Washil bin Atho
- Abdul Huzail Al Allaf
- Al Jubai
- Ibrahim bin sayyar
- Al Khayyat
Pokok-pokok
ajaran
- Tauhid Mu’tazilah adalah mengingkari dan meniadakan sifat-sifat Allah swt.
- Adil, menurut Mu’tazilah Allah itu adil manakala tidak campur tangan dengan perbuatan manusia.
- Janji dan ancaman, orang yang berbuat kebaikan harus mendapat pahala begitu juga sebaliknya, maka orang mu’min yang taat harus masuk syurga karena amalnya dan bukan karena Rahmat Allah SWT. dan orang yang berbuat dosa harus masuk neraka (Allah tidak boleh mengampuninya).
- Manzilah bainal Manzilatain, orang muslim yang berbuat dosa besar hukumnya adalah tidak muslim tidak juga kafir, tapi berada diantara keduanya.
- Al amru bil ma’ruf wan nahyu anil mungkar, ada beberapa persamaan dg Ahlusunnah, dan ada beberapa perbedaan, antara lain :
-
Cara merubah kemungkaran
-
Mu’tazilah mewajibkan
memberontak kepada penguasa “ja-ir)
-
Mengangkat senjata terhdp
orang-orang yang menentang mereka baik dari orang kafir ataupun orang muslim.
Bentuk-bentuk
penyimpangan
- Halal hukumnya mencaci maki sahabat yang salah.
- Al Qur’an adalah makhluk dan bukan kalamullah.
- Siksa dan ni’mat kubur itu tdk ada, karena sdh menyatu dengan tanah.
- Bila terjadi perbedaan antara akal dan Al Qur’an dan hadits maka yang diambil adalah ketentuan akal.
- Isra dan Mi’raj nabi Muhammad melalui mimpi.
- Allah swt tidak memiliki sifat dan nama-nama.
SUFIYYAH /
TASAWUF
Bahasa :
berasal dari kalimat “suuf” (صو ف) , yang berarti kain wol yang kasar
Istilah :
sebutan untuk orang-orang yang rajin ibadah,zuhud, yang diantara ciri mereka yg
mencolok adalah memakai pakaian dari bahan wol kasar sebagai lambang kezuhudan
dan kemiskinan.
SEJARAH
SINGKAT
Muncul pada masa
tabiin (generasi setelah sahabat yang mereka menuntut ilmu dari para sahabat)
yaitu akhir abad ke-2 H, yang mengaku zuhud dengan berpakaian shuf
(pakaian dari bulu domba), maka karena pakaian inilah mereka mendapat julukan “suufi”,
akar sejarah tasawuf yg berbentuk hidup zuhud,miskin dan berorientasi pada
akhirat sudah ada sejak zaman Nabi, yaitu Ahlussuffah namun kezuhudan mereka
masih dlm batas-batas yg diperbolehkan.
TOKOH-TOKOHNYA
- Abu Mughits Al Husein bin mansur Al Hallaj berkata "Aku adalah tuhan yang Hak" memilki paham "Hululiyin dan Ittihadiyin"*.
- Robi’al adawiyah
- Abu yazid al bustomi berkata barangsiapa yg meyakini wihdatul wujud akan meyakini bahwa memasuki neraka itu adalah lezat dan nikmat, tidak kurang nikmatnya dari sorga bahkan bisa lebih nikmat dari sorga (aliran wihdatul wujud)*
- Jalaludin Ar rumi seorang ulama tareqat maulawiyah , penganut thareqt ini memasukan dansa dan musik-musik dalam halaqoh dzikir.*
- Ibnu Arrobi (aliran wihdatul wujud)*
POKOK-POKOK
AJARAN
- At toriqoh, yaitu berdzikir pagi dan petang.
- Izmrih.
- Perjanjian (bai’at) dan ta’lim
- Wirid sufi.
- Kholwah, yaitu menyendiri dalam suatu tempat.
- Khasaf, yaitu terbuka hati.
BENTUK-BENTUK
PENYIMPANGAN
- Wihdatul wujud, yaitu Allah swt menyatu dengan makhluknya, sehingga tidak ada bedanya antara Allah dan makhluknya, Allah adalah makhluk, makhluk adalah Allah.
- Rasulullah saw belum mencapai tingkatan wali.
- Wali lebih mulia daripada nabi.
- Meminta syurga mengurangi iman.
- Iblis adalah hamba yg paling sempurna dan paling bertauhid, telah diampuni dosanya dan akan masuk kedalam syurga.
- Tidak ada sesuatu yang haram, karena semuanya adalah sama.
- Sholat, puasa, zakat, dan haji adalah ibadahnya orang awam, sedangkan mereka menganggap orang yg khusus, sehingga ibadahnya mereka pun khusus.
KESESATAN DAN PENYIMPANGAN AJARAN LDII
Banyak sekali pemahaman-pemahaman
jama'ah LDII yang sangat jauh menyimpang dan menyesatkan. Berikut kami paparkan
beberapa
penyimpangan dan kesesatan pemahaman
jama'ah LDII sebagai penerang atau penjelasan lebih detail semoga dapat
bermanfaat terutama bagi mereka yang sedang bingung dan ragu karena dibujuk
oleh kelompok sesat ini. semoga kaum Muslimin akan memahami dan berhati-hati
terhadap bujukan dan rayuan berbagai macam aliran yang menyimpang.
Pokok atau pangkal kesesatan Islam
Jama'ah/Lemkari/LDII (sekarang: Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia) yang utama
terletak pada otoritas mutlak bagi imam yang dibai'at, yaitu H. Nurhasa Ubaidah
Lubis (Madigol) dengan nama kebesarannya: Al-Imam Nurhasan Ubaidah Lubis Amir.
Sekarang keamirannya dilanjutkan oleh anaknya, yaitu Abdul Dhohir.
Mereka menafsirkan serta
mengimplementasikan Al-Qur'an dan hadits dengan cara dan keinginan mereka
sendiri. Sejak awal, semua anggota sudah diarahkan atau didoktrin untuk hanya
menerima penafsiran ayat dan hadits yang berasal dari imam/amirnya. Dan mereka
menyebutnya dengan istilah MANQUL. Jadi, semua anggota Islam
Jama'ah/Lemkari/LDII dilarang untuk menerima segala penafsiran yang tidak
bersumber dari imam/amir karena penafsiran yang tidak bersumber dari imam
dikatakannya semua salah, sesat, berbahaya dan tidak manqul. Doktrin ini
diterima sebagai suatu keyakinan oleh semua anggota Islam Jama'ah/Lemkari/LDII.
Maka sudah tentu pendapat atau
pemahaman yang seperti ini tidak dapat dibenarkan. Karena Al-Qur'an dan Hadits
tidak ada yang menyebutkan bahwa otoritas/kekuasaan mutlak untuk menafsirkan
dan mengimplementasikan ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits berada di tangan imam.
Amir/imam mereka (Islam Jama'ah/Lemkari/LDII)
dalam rangka mendoktrinkan anggotanya soal imamah menggunakan Al-Qur'an surat
Al-Isra': 71) yang artinya:
"Pada hari Kami memanggil
tiap-tiap manusia dengan Imam mereka." (Q.S.Al-Isra':71)
Menurut penafsiran Nur Hasan Ubaidah
Lubis(Madigol): Pada hari kiamat nanti setiap orang akan dipanggil oleh Allah
dengan didampingi oleh imam mereka yang akan menjadi saksi atas semua amal
perbuatan mereka di dunia. Kalau orang itu tidak punya imam dikatakannya pada
hari kiamat nanti tidak ada yang menjadi saksi baginya sehingga amal ibadahnya
menjadi sia-sia dan dimasukkan kedlam neraka. Oleh karena itu, katanya semua
orang Islam harus mengangkat atau membai'at seorang imam untuk menjadi sksi
bagi dirinya pada hari kiamat. Dan jama'ah harus taat kepad imamnya agar nanti
disksikan baik oleh imam dan dimasukkan ke dalam surga, dan orang yang paling
berhak menjadi Imam adalah Nur Hasan Ubaidah Lubis (Madigol), katanya. Karena
dia dibai'at pada tahun 1941, maka orang-orang yang mati sebelum tahun 1941,
berarti mereka belum berbai'at, jadi pasti masuk neraka, katanya.
Menurut penafsiran pada pemahaman
yang lurus (dapat dilihat dalam tafsir Ibnu Katsir):
Lafazh imam dalam ayat itu, menurut
Mujahid dan Qatadah artinya ialah: nabiyyihim "nabi mereka." Sehingga
sebagian ulama salaf berkata, bahwa ayat ini menunjukan kemuliaan dan keagungan
para pengikut hadits (Ash-habul-Hadits), karena pada hari kiamat nanti mereka
akan dipimpin oleh Rasulullah SAW (bukan dipimpin oleh Nur Hasan/Madigol, orang
Jawa Timur yang baru lahir kemarin).
Sedangkan Ibnu 'Abbas mengatakan
bahwa yang dimaksud 'imam' di dalam ayat itu, ialah bikitaabi a'maalihin
"Kitab catatan amal mereka", seperti yang disebutkan dalam surah
Yasin:12 yang berbunyi :
"Dan segala sesuatu Kami
kumpulkan dalam kitab yang nyata."
Jadi, menurut dua keterangan ini,
pada hari kiamat tiap-tiap orang akan dipanggil oleh Allah dengan didampingi
oleh nabi-nabi mereka dan juga kitab- kitab catatan amal mereka. Siapa saja
yang ingin meneliti lebih jauh dalam masalah ini, silahkan periksa Tafsir Ibnu
Katsir juz III hal. 52. Yang pasti di situ tidak ada penafsiran yang tidak ada
landasannya sama sekali alias ngawur seperti penafsiran si Madigol.
Berikutnya penafsiran hadits yang
berbunyi:"
Tidak halal bagi tiga orang yang
berada di bumi falah (kosong), melainkan mereka menjadikan amir (pemimpin)
kepada salah satu mereka untuk memimpin mereka." (HR.Ahmad).
Hadits ini terdapat dalam kitab
himpunan hadits koleksi Islam Jama'ah/LDII yang bernama "Kitabul-Imarah"
pada halaman 255 dan dicantumkan tanpa sanad yang lengkap, jadi langsung dari
sumber utamanya, yaitu Abdullah bin Amr bin Ash. Dari segi penulisan sumber
hadits saja mereka itu tidak faham.
Menurut penafsiran Nur Hasan Ubaidah
Lubis (Madigol) tentang hadits di atas adalah sbb:
- Setiap Muslim di dunia ini, tidak halal hidupnya alias
haram. Makannya haram, minumnya haram, bernafasnya haram dll.
- Dan setiap Muslim yang hidupnya masih haram karena
belum bai'at, maka harta bendanya halal untuk diambil atau dicuri, dan
darahnyapun halal, karena selama ia belum bai'at mengangkat seorang iamam,
setatusnya sama dengan orang kafir dan islamnya tidak sah.
Penafsiran Nur Hasan (Madigol) ini
jelas menyimpang jauh dari kebenaran dan menyesatkan-pemahaman. Pertama, hadits
ini tidak berbicara mengenai pembai'atan karena di dalamnya tidak ada lafazh
bai'at sama sekali. Hadits ini hanya menyebut soal Amir atau pemimpin dalam
safar/perjalanan. Hal ini ditunjukkan oleh lafazh 'ardh falatin' yang artinya
daerah yang tidak berpenghuni, dan lafazh 'ammaru' yang artinya menjadikan amir
atau mengangkat amir. Di situ tidak ada lafazh 'baaya'uu' yang artinya
membai'at.
Kedua, hadits ini adalah hadits yang
tidak sahih atau hadits dhaif atau lemah karena di dalam sanadnya (lihat kitab:
Al-Ahaditsud Dha'iefah, hal. 56, juz ke-II, nomor hadits 589) ada seoarang yang
bernama Ibnu Luhai'ah yang dilemahkan karena hafalannya yang buruk. Dan para
ulama ahlul hadits sepanjang masa, dari dulu sampai sekarang tidak menghalalkan
penggunaan hadits yang dha'ief sebagai hujah untuk menetapkan suatu kewajiban
dalam beribadah kepada Allah, kecuali hanya dengan hujah yang sahih.
Ini merupakan bukti bahwa Nur Hasan
(Madigol) sebetulnya tidak mengerti ilmu hadits, yang akhirnya menimbulkan
kekacauan pemahaman dan menyesatkan.
Berikutnya, hadits (atsar atau
hadits mauquf yang diucapkan Umar bin Khaththab) yang berbunyi: "Tidak ada
Islam tanpa jama'ah, dan tidak ada jama'ah tanpa imarah, dan tidak ada imarah
tanpa ketaatan." Atsar atau hadits mauquf ini terdapat dalam
Kitabul-Imarah milik Islam Jama'ah/LDII hal. 56-57, yang dicantumkan tanpa
sanad yang lengkap.
Penafsiran menurut Nur Hasan Ubaidah
lubis (Madigol) ialah sbb:
- Islam seseorang itu tidak sah kecuali dengan berjama'ah.
Dan yang dimaksud jama'ah katanya ialah jama'ahnya Nur Hasan (Madigol).
- Jama'ah juga tidak sah kalau tanpa imam. Dan yang
dimaksud iamam ialah Nur Hasan Ubaidah Lubis (Madigol).
- Harusnya Nur Hasa menafsirkan" "Imamah juga
tidak sah tanpa ketaatan." Sesuai dengan urutan penafsirannya pada
point 1 dan 2. Akan tetapi dengan lihai Nur Hasan memutar penafsiran point
3 dengan ucapan : "Ber-Imam atau mengangkat imam atau Bai'at
seseorang itu tidak sah kecuali dengan melaksanakan ketaatan kepada
imam."
Pendapat Nur Hasan Ubaidah Lubis
(Madigol) Ini sudah menjadi aqidah yang diyakini oleh semua pengikutnya.
Padahal, hadits mauquf pun tidak sah dipakai sebagai hujjah, sebagaimana
disebutkan oleh Ibnu Hazmin dalam kitab Al-Muhalla juz I hal.51, artinya: "Hadits
mauquf dan hadits mursal, kedua-duanya tidak dapat dipakai sebagai
hujjah."
Imamah atau kepemimpinan dalam Islam
lebih dikenal dengan istilah khilafah. Dan orang yang menduduki jabatan
tersebut, disebut Khalifah. Adapun ta'rif atau definisial-khalifah dari segi
bahasa ialah:"Seorang yang menggantikan orang lain dan menduduki
jabatannya." Sedangkan pengertian menurut sara', ta'rifnya ialah :
"Penguasa yang tinggi."
(lihatMukhtarush-Shihahhal.186). Atau ta'rif syara' yang lain lagi:"Imam
yang tidak ada lagi imam di atasnya." (atau pemimpin tertinggi).
Dalam sebuah hadits sahih,
Rasulullah SAW bersabda, yang artinya :
"Adalah Bani Israil dipimpin
oleh para Nabi, ketika seorang Nabi wafat maka digantikan oleh seorang Nabi
yang lain. Dan sesungguhnya tidak ada Nabi sesudahku, yang ada adalah para
Khalifah, maka jumlah mereka pun banyak ?" (HR.Muslim)
Imam Nawawi menerangkan hadits ini
dalam syarahnya, beliau berkata:
"Para Nabi di kalangan Bani
Israil memimpin mereka sebagaimana layaknya para penguasa (Umara) memimpin
rakyatnya." (Lihat syarah Muslim juz XII, hal. 231 oleh Imam Nawawi).
Dengan kata lain, para Nabi itu
bukanlah pemimpin sepiritual semata akan tetapi mereka adalah para penguasa
yang melakukan kegiatan siyasah (politik) demi kemaslahatan umatnya di dunia
dan akhirat. Mereka pun melakukan perang untuk melawan musuh- musuh mereka. Dan
seperti itu pula Rasulullah SAW di samping kedudukannya sebagai utusan Allah,
beliau juga seorang militer dan pemimpin tertinggi bagi Daulah Islam yang
pertama.
Jadi, khalifah atau imam dalam
syari'at Islam identik dengan kepemimpinan Negara. Bukan pemimpin sepiritual
dan keberadaannya tidak untuk mensahkan Islam atau keislaman seseorng seperti
yang diucapkan Nur Hasan (Madigol). Tetapi ia (imam) berfungsi untuk
menjalankan pemerintahan berdasarkan syari'at Islam, yaitu Al-Qur'an dan
Sunnah. Hal ini tercermin dengan jelas dalam pidato Abu Bakar r.a., pada saat
pelantikannya menjadi khalifah yang pertama dalam Islam, yang artinya:
"Wahai manusia, sesungguhnya
aku telah dijadikan penguasa atas kalian, bukan berarti aku yang paling baik
diantara kalian, maka jika aku melakukan kebaikan, tolonglah aku. Dan jika aku
melakukan penyimpangan, cegahlah aku. Kejujuran itu merupakan amanat dan
kebohongan adalah khianat. Adapun orang-orang yang lemah diantara kalian justru
kuat dihadapanku sampai aku dapat mengembalikan hak-haknya. Sedangkan
orang-orang yang kuat diantara kalian justru lemah dihadapanku, sampai aku
mengmbil hak-haknya. Jangan sampai seorang dari kalian meninggalkan jihad,
melainkan Allah berikan (jadikan) kehinaan bagi mereka. Taatlah kepadaku selama
aku mentaati Allah dan Rasul-Nya. Maka apabila menentang Allah, tidak ada
kewajiban bagi kalian mematuhiku?"
(Itmamul-Wafa'fiSiratilKhulafa',hal.16).
Di dalam riwayat lain, ada beberapa
tambahan dalam khutbah beliau ini di antaranya ialah, yang artinya:
"...akan tetapi Al-Qur'an telah
diturunkan, dan Nabi SAW pun telah mewariskan sunnahnya. Wahai manusia,
sesungguhnya aku hanyalah pengikut (muttabi), dan sekali-kali aku tidak
membut-buat peraturan yang baru (bid'ah). - Dalam satu riwayat - Abu Bakar
berkata: Dan apabila kalian mengharpkan wahyu dariku, seperti yang Allah
berikan kepada Nabi-Nya, maka aku tidak memilikinya, karena aku hanyalah
manusia biasa, jadi perhatikan oleh kalian segala tindak- tanduk dan
ucapanku." (Lihat Hayatush-Shahabah juz III, hal. 427).
Dalam khutbahnya, Abu Bakar r.a.
sama sekali tidak menyebut-nyebut dibai'atnya beliau menjadi khalifah adalah
untuk mensahkan Islamnya kaum Muslimin dan beliau juga tidak mengatakan bahwa
siapa saja yang menolak berbai'at, maka Islamnya batal. Akan tetapi beliau Abu
Bakar r.a. menjelskan fungsi imamah atau khalifah dalam syari'at Islam
sebagaimana tersimpul dari khutbah ini, yaitu:
- Beliau telah diangkat menjadi penguasa, seperti
ucapannya: Qod wulliitu 'alaikum. Jadi, kkhalifah itu adalah penguasa,
seperti telah dijelaskan sebelumnya.
- Khalifah bertanggung jawab untuk mengembalikan hak-hak
orang yang lemah dan mengambil hak-hak yang kuat atau kaya. Ini beliau
buktikan dengan memerangi orang-orang yang tidak mau menunaikan zakat.
- Khalifah harus menjunjung tinggi kejujuran sebagai
amanah dan menjauhi ucapan dusta yang merupakan pengkhianatan.
- Menerangkan kepada umat batas-batas ketaatan kepada
khalifah, yaitu sepanjang ia mentaati Allah dan Rasul-Nya. Artinya,
mentaati dan mematuhi khalifah itu hukumnya wajib selama ia mematuhi
Al-Qur'an dan Sunnah.
- Khalifah tidak boleh membuat-buat peraturan (syari'at)
baru (bid'ah) dalam agama, tetapi ia harus bersikap sebagai muttabi',
yaitu mengikuti aturan syari'at.
- Khalifah tidak dapat menggantikan kedudukan Nabi
sebagai penerima wahyu.
- Khalifah adalah manusia biasa, dan umat senantiasa
harus melakukan kontrol terhadap segala tindak tanduk serta ucapannya.
Dengan kata lain, umat tidak boleh menerima begitu saja segala ucapan dan
perbuatannya.
Dalam sejarah, kita bisa melihat
bahwa Abu Bakar melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai khalifah
pengganti Rasulullah SAW sebagaimana layaknya seorang kepala negara. Begitu
pula khalifah-khalifah sesudah beliau, seperti: Khalifah Umar bin Khaththab,
Khalifah Utsman bin Afan, Khalifah Ali bin Abi Thalib, Khalifah Mu'awiyyah bin
Abi Sufyan dan seluruh khalifah dari Bani Umayyah serta Bani 'Abbasiyyah.
Inilah pengertian 'IMAMAH' yang sesungguhnya menurut syari'at Islam. Dari
keterangan dan hujah yang jelas ini, kita bisa menyimpulkan betapa sesat dan
menyimpangnya ajaran kelompok/jama'ah LDII.
AKHLAK
Menurut bahasa: Tabiat dan kebiasaan
Menurut Istilah : kondisi jiwa yang mantap
darinya keluar perbuatan dan perkataan dengan mudah tanpa pikir dan angan-angan.
II. URGENSI AKHLAK DALAM
ISLAM
Allah swt berfirman di dalam surat Al A’raf: 58 “Dan
tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah
yang tidak subur, tanaman-tanamannya Hanya tumbuh merana. Demikianlah kami
mengulangi tanda-tanda kebesaran (kami) bagi orang-orang yang bersyukur”.
2. Sesungguhnya sikap
manusia untuk berbuat atau tidak berbuat, selalu dia timbang dengan menggunakan
akhlak sebagai ukurannya, jadi benar atau tidaknya sikap tersebut sangat
tergantung pada nilai akhlak yang ada dalam kalbunya.
III. KEDUDUKAN AKHLAK DALAM ISLAM
1. Sebagai sebab
diturunkannya risalah. “ Sesungguhnya saya diutus adalah untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia”.
2. Sebagai definisi dari
agama.
“
Rasulullah ditanya , apakah agama itu ? Rasul menjawab: agama adalah akhlak
yang baik (HR ahmad).
3. Mengantarkan pada
iman yang sempurna.
Rasulullah bersabda,
“ Seorang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling sempurna
akhlaknya”.
4. Penyebab masuk surga.
Rasulullah
ditanya, apa yang paling banyak mengantarkan manusia ke surga? Rasulullah
menjawab, “ bertakwa kepada Allah dan akhlak yang baik. Rasulullah ditanya
lagi, apa yang paling banyak mengantarkan manusia ke neraka? Rasulullah
menjawab, mulut dan kemaluan”.
5. Allah mensifati
Rasulullah dengan “Husnul Khuluk”
(QS 4:67), ketika Aisyah ditanya tentang
akhlak Rasulullah, beliau menjawab: Akhlaknya adalah Al Qur’an”.
6. Rasulullah berdo’a
kepada Allah agar dibaguskan akhlaknya. “ Ya Allah tunjukkanlah saya kepada
akhlak yang baik, sesungguhnya tiada yang member petunjuk kepada akhlak yang
baik kecuali engkau, dan palingkanlah kami dari akhlak yang buruk, sesungguhnya
tiada yang memalingkan kecuali engkau”.
7. Yang paling dicintai
oleh Rasulullah.
“Sesungguhnya
yang paling aku cintai adalah yang paling dekat denganku dihari kiamat adalah
yang paling baiik akhlaknya”.
IV. KARAKTERISTIK AKHLAK DALAM ISLAM
1. Menyeluruh, meliputi
seluruh prilaku manusia, baik hubungannya terhadap dirinya sendiri maupun
dengan orang lain, baik dengan personal, kelompok, Negara dll.
2. Komitmen, baik dalam
sarana maupun dalam tujuan.
3. Mendapat balasan bagi
yang melakukannya.
“ Barangsiapa
yang bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar”.(QS 65:2)
4. Sesuai dengan fitrah
yang benar.
“
kebaikan itu adalah akhlak yang baik dan dosa itu adalah yang tidak nyaman
dalam dirimu dan engkau tidak suka dilihat oleh orang lain”. (HR Muslim)
5. Selalu dikaitkan
dengan nilai-nilai Iman.
Rasulullah
saw bersabda, “ Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman. Sahabat
bertanya, siapa ya Rasulullah?, Rasulullah menjawab; yaitu orang yang
tetangganya tidak aman dari gangguannya”. HR Bukhori
V. JALAN MENUJU AKHLAK YANG BAIK
1. Membekali diri dengan
ilmu
·
Ilmu untuk mengetahui akhlak yang baik
·
Ilmu untuk mengetahui akhlak yang buruk
·
Menjaga ilmu
2. Mengokohkan
nilai-nilai Islam.
3. Berlatih mengerjakan
akhlak yang baik.
4. Menjalankan berbagai
macam ibadah.
5. Bergaul dengan
orang-orang soleh.
6. Mengambil teladan
yang baik.
7. Meninggalkan
lingkungan yang jelek dan mencari lingkungan yang baik.
8. Membiasakan diri
untuk menerima nasehat.
Langganan:
Postingan (Atom)